Kepedulian Lingkungan
- Nasional
- Undang-undang No. 23 tahun 1997, tentang “Pengelolaan Lingkungan Hidup”
- Undang-undang No. 17 tahun 1985, tentang “Pengesahan Konvensi PBB tentang ‘Hukum Laut’ ” tanggal 31 Desember 1985
- Undang-undang No. 21 tahun 1992, tentang “Pelayaran” yang telah diganti dengan Undang-undang No. 17 tahun 2008
- Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2002 tentang “Perkapalan”
- Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2010 tentang “Perlindungan Maritim”
- Keppres. RI No. 46 tahun 1986, tentang Pengesahan International Convention of Pollution from ship 1973 beserta protocol 1978
- Keppres RI No. 65 tahun 1980, tentang Pengesahan International Convention for Safety Of Life At Sea (SOLAS 1974)
- Keppres. RI No. 52 tahun 1999, tentang Pengesahan International Conventaion on Civil Libability for Oil Pollution Damage 1992 (CLC’92)
- Kepmenhub No. KM.167/HM.207/Phb-86, tentang Sertifikat Internasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak dan Sertifikat Internasional Pencegahan Pencemaran oleh Bahan Cair Beracun
- Kepmenhub. No. KM. 215/AL-506/Phb-87, tanggal 19 September 1987, tentang Pengadaan Fasilitas Penampungan Limbah dari Kapal.
- Permenhub No. KM. 4 tahun 2005, tanggal 20 Januari 2005, tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal.
- Kep. Dirjenhubla. No. PY. 69/1/1-86, tentang Pelaksanaan Kepmenhub No. KM. 167/HM.207/Phb-86.
- Juklak. Dirjenhubla. (No. PY.69/1/1-86) No. UM.481/2/14/DII-86, tentang Juknis Pelaksanaan Kep. Dirjenhubla No. PY. 69/1/11-86
- Juklak. Dirjenhubla. No. PY. 67/1/6-1996 tanggal 12 Juli 1996, tentang Pemberlakuan Manajemen Keselamatan Kapal/ International Safety Management Code (ISM Code) bagi kapal-kapal berbendera Indonesia.
- Kep. Dirjenhubla No. PY. 67/1/6-1996 tanggal 12 Juli 1996, tentang Pemberian Wewenang kepada BKI untuk melaksanakan verifikasi manajemen keselamatan kapal pada kapal-kapal berbendera Indonesia.
- Kep. Dirjenhubla No. PY. 65/1/19-98 tangga 30 Maret 1998, tentang Juknis Pelaksanaan Verifikasi dan Sertifikasi Sistim Manajemen Keselamatan Perusahaan dan Kapal berbendera Indonesia
- Kep. Dirjenhubla No. Py.67/1/19-98 tanggal 23 Desember 1998, tentang Juklak Verifikasi Sistim Manajemen Keselamatan Perusahaan dan Kapal bebendera Indonesia oleh Auditor Dirjenhubla.
- Kep. Dirjenhubla No. PY.66/1/4-03 tanggal 18 Desember 2003, tentang Tata Cara Trhadap Plaksanaan Pnyelengaran Klaiklautan Kapal
KETENTUAN NASIONAL
- Undang-undang No. 17 tahun 2007 tentang Pelyaran
- PP. No. 21 tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim
- PP. No. 51 tahun 2002 tentang Perkapalan
- PP. No. 7 tahun 2000 tentang Kepelautan
- Kepmenhub. No. 18 tahun 1997 tentang Pendidikan Ujian Negara dan Sertifikasi Kepelautan
- Permenhub. No. 60 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja DEPHUB
- Kepmenhub. No. 70 tahun 1998 tentang Pengawakan Kapal Niaga
- Permenhub. No. 3 tahun 2005 tentang Lambung Timbul
- Permenhub. No. 6 tahun 2005 tentang Pengukuran Kapal
- Permenhub. No. 4 tahun 2005 tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal
- Permenhub. No. 66 tahun 2005 tentang Ketentuan Pengoperasian Kapal Tangki Minyak Lambung Tunggal
- SK. Dirjenhubla. No. PY.66/4/1/03 tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Kelaiklautan Kapal
- SK. Dirjenhubla. No. PY. 67/1/6-96 tanggal 12 Juli 1996 dan
- SK. Dirjenhubla. No. PY. 65/1/1-98 tanggal 30 Maret 1998.
- Internasional
- SOLAS 1974 Protocol 1988 dan Amandemennya
- STCW 1978 dan Amandemennya
- Konvensi ILO (ILO C. 185 tentang SID, MLC 2006)
- Konvensi TMS 1969
- Konvensi LOAD LINE 1966
- MARPOL 1973/78
- COLREG 1972
- CLC 1696 Protocol 1992
- AFS Convention
- BWM Convention
- Ship Recycling
- PSPC
- HNS Convention
- The International On Civil Liabity For Bunker Oil Pollution Damage, 2011
*) 9 s/d 14 belum diratifikasi Pemerintah Indonesia
- Umum
Konvensi MARPOL ‘73/78 telah diberlakukan secara Internasional sejak tanggal 2 Oktober 1983. Dalam upaya mencegah terjadinya pemcemaran, kapal-kapal sesuai dengan jenis, ukuran dan umumnya harus dilengkapi dengan peralatan pencegahan pencemaran.
Di Indonesia telah diberlakukan ketentuan Annex I dan Annex II MARPOL ‘73/78 terhadap kapal-kapal berbendera Indonesia maupun berbendera asing yang memasuki perairan Indonesia.
Setelah pemerintah meratifikasi konvensi MARPOL terhadap kapal berbendera Indonesia dengan ukuran dan jenis tertentu yang berlayar keluar negeri terhitung sejak tanggal 27 Oktober 1986, sudah harus dilengkapi dengan IOPP Certificate dan atau NLS Certificate.
- Dan bagi kapal-kapal berbendara Indonesia denagn ukuran dan jenis tertentu yan melakukan pelayaran dalam negeri terhitung sejak tanggal 27 Oktober 1987 harus memiliki Sertifikat IOPP dan atau sertifikat NLS. Bagi kapal-kapal berbendera asing dengan ukuran dan jenis tertentu pula yang memasuki atau berada di pelabuhan atau terminal lepas pantai Indonesia, terhitung sejak tggal 21 Jan 1987 hrs memiliki Srtifikat IOPP dan NLS.
- Bukan hanya penagturan Internasional tetapi juga perlu pengaturan terhadap kapal-kapal non konvensi (kapal ukuran kecil) yang berlayar di dalam negeri maupun di luar negeri
- Penerapan Konvensi MARPOL ’73/78
- Annex I dari Konvensi tersebut adalah tentang Peraturan Pencegaha Pencemaran oleh minyak dari Kapal.
- Peraturan ini diterapkan bagi semua kapal menurut jenis dan ukurannya, yaitu :
- Untuk kapal selain kapal tangki minyak, berukuran 400 GT atau lebih
- Untuk kapal tangki minyak, berukuran 150 GT atau lebih
- Annex II adalah tentang Peraturan Pencegahan Pencemaran oleh Bahan Cair Beracun dalam bentuk curah dari kapal.Peraturan ini diterapkan bagi kapal tangki pengangkut bahan cair beracun bagi semua kapal tanpa memandang ukuran.
- Permenhub. KM. No. 4 tahun 2005
Keputusan ini diterapkan bagi kapal-kapal berbendera Indonesia menurut jenis dan ukuran :
- Untuk kapal selain kapal tangki minyak yang berukuran 100 s/d 399 GT
- Untuk kapal tangki minyak yang berukuran 100 s/d 149 GT
- Untuk kapal-kapal yang menggunakan mesin penggerak utama 200 PK atau lebih.
Bagi kapal asing yang beroperasi diperairan Indonesia secara tetap, walaupun dibebaskan oleh negera benderanya, wajib mentaati KM. No. 4 tahun 2005 tentang Pencegahan Pencemaran oleh minyak dari Kapal.
- Undang-undang No. 21 tahun 1992
Bab VIII tentang Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran oleh minyak dari Kapal, mencakup :
- Larangan dan sangsi terhadap pembuangan limbah atau bahan lain, apabila tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
- Mewajibkan setiap kapal dengan ukuran dan jenis tertentu untuk dilengkapi dengan peralatan pencegahan pencemaran sebagai bagian dr prsyaratan klaiklautn kapal.
- Mewajibkan nahkoda atau pimpinan kapal dan atau ABK untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan yang bersumber dari kapalnya.
- Mewajibkan nahkoda atau pemimpin kapal untuk menanggulangi pencemaran yang bersumber dari kapalnya dan segera melapor kepada pejabat pemerintah atau instansi yang berwenang.
- Mewajibkan pemillik atau operator kapal untuk bertanggung jawab terhadap pencemaran yang bersumber dari kapalnya.
- Mewajibkan pemilik atau operator kapal untuk mengasuransikan tanggung jawabnya.
- Pemeriksaan dan Sertifikasi
- Rncana Pemasangan Prlengkapan
- Kapal-kapal berbendera Indonesia harus dilengkapi dengan perlengkapan pencegahan pencemaran dari jenis yang disyahkan Ditjenhubla. Dengan memberikan tanda label pada peralatan tersebut.
- Sebelum suatu perlengkapan pencegahan pencemaran dipasang dikapal, gambar-gambar rencana pemasangan harus diajukan kepada Ditjenhubla melalui Ditkapel untuk mendapatkan persetujuan.
- Pemeriksaan
Dalam rangka penanganan dan pengawasan pencegahan pencemaran dari kapal secara terus menerus maupun dala rangka pemberian sertifikat kapal, maka terhadap kapal dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan :
- Pemeriksaan Pertama
Adalah survey sebelum kapal dioperasikan atau sertifikat yang diprsyaratkan belum dikluarkan, yang mencakup pemeriksaan lngkap atas buangn, prlngkapan, pentaan, dan sistim peralatan pencegahan mncakup pncemarn dikapal sepenuhnya sesuai dgan persyaratan ketentuan yg brlaku. Survey pertama dilaksanakan olh pemeriksa yg brkualifiksi Marine Inspector dari Ditjenhubla.
- Pemeriksaan Berkala
Adalah survey dengan selang waktu setiap ulang tahun sertifikat yang telah diberikan, yang sedemikian rupa hingga meyakinkan bahwa bangunan, perlengkapan, penataan, dan sistim peralatan pencegahan pencemaran dikapal sepenuhnya masih sesuai dengan persyaratan ketentuan yang berlaku.
- Pemeriksaan Pembaharuan
Adlah survey setelah masa berlaku sertifikat telah berakhir, pemeriksaan sedemikian rupa sehingga meyakinkan bahwa bangunan, perlengkapan, penataan-penataan dan sistim peralatan pencegahan pencemaran dikapal sepenuhnya masih sesuai dengan persyaratan ketentuan yang berlaku, sehingga dapat dikeluarkan kembali.
- Sertifikat
- Setelah dilakukan pemeriksaan pertama dan ternyata perlengkapan pencegahan pencemaran telah dipasang dikapal, serta persyaratan konstruksi lainnya telah sesuai dengan ketentuan, maka Dirjenhubla. Cq Dirkapel akan menerbitkan Sertifikat Pencegahan Pencemaran berupa Sertifikat Pencegahan Pencemaran oleh Minyak (IOPP Certificate) dan atau Sertifikat Pencegahan Pencemaran oleh Bahan Cair Beracun (NLS Certificate).
- Bagi kapal-kapal Indonesia non Konvensi akan diterbitkan Sertifikat Nasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak (SNPP).
- Bagi kapal-kapal asing yang terkena Peraturan Menteri Perhubungan KM. No. 4 tahun 2005 diberikan Surat Keterangan yang menyatakan bahwa kapal telah dilengkapai peralatan pencegahan pemcemaran sesuai ketentuan Nasional Indonesia.
Masa berlakunya sertifikat-sertifikat tersebut adalah paling lama 5 (lima) tahun dan setiap tahun dikukuhkan (endorced).
- Perlindungan Lingkungan Maritim adalah setiap upaya untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan perairan yang bersumber dari kegiatan yan terkait dengan pelayaran.
- Bab XIII
Perlindungan Lingkungan Maritim
Bagian Kesatu
Penyelenggara Perlindungan Lingkungan Maritim
Pasal 226
- Penyelenggaraan perlindungan lingkungan maritime dilakukan oleh Pemerintah.
- Penyelenggaraan perlindungan maritim dilakukan melalui :
- Pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari pengoperasian kapal; dan
- Pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari kegiatan kepelabuhan.
- Perlindungan lingkungan maritim juga dilakukan terhadap :
- Pembuangan limbah diperairan; dan
- Penutuhan kapal.
Bagian Kedua :
Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran dari Pengoperasian Kapal
Pasal 227 :
Setiap Awak Kapal wajib mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran lingkungan yang bersumber dari kapal.
Pasal 228 :
- Kapal denga jenis dan ukuran tertentu yang dioperasikan wajib dilengkapi peralatan dan bahan penanggulangan pencemaran minyak dari kapal yang mendapat pengesahan dari Pemerintah
- Kapal dengan jenis dan ukuran tertentu yang dioperasikan wajib dilengkapi pola penanggulangan pencemaran minyak dari kapal yang mendapat pengesahan dari Pemerintah.
Pasal 229 :
- Setiap kapal dilarang melakukan pembuangan limbah, air ballast, kotoran, sampah serta bahan kimia berbahaya dan beracun keperairan
- Dalam hal jarak pembuangan, volume pembuangan dan kwalitas buangan telah sesuai syarat yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan per-undang-undangan.
- Setiap kapal dilarang mengeluarjan gas buang melebihi amabang batas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 230
- Setiap nahkoda atau pertanggung jawab untuk kegiatan lain diperairan bertanggung jawab menanggulangi pencemaran yang bersumber dari kapal dan atau kegiatannya.
- Setiap nahkoda atau penanggung jawab unit kegiatan lain di perairan wajib segera melaporkan kepada Syahbandar terdekat dan/atau unsur Pemerintah lain yang terdekat megenai terjadinya pencemaran perairan yang disebabkan oleh kapalnya atau yang bersumber dari kegiatannya, apabila melihat adanya pencemaran dari kapal, dan/atau kegiatan lain diperairan.
- Unsur Pemerintah lainnya yang telah menerima informasi, wajib meneruskan laporan mengenai adanya pencemaran perairan kepada Syahbandar terdekat atau kepada instansi berwenang.
- Syahbandar segera meneruskan laporan tersebut kepada instansi yang berwenang untuk penanganan lebih lanjut.
Pasal 231 :
- Pemilik atau operator kapal brtanggung jwab thdp pncemaran yang bersumber dari kapalnya.
- Untuk memenuhi tanggung jwbny, pemilik atau operator kapal wajib mengasuransikan tanggung jwbny.
Pasal 233 :
- Pengangkutan limbah bahan berbahaya dan beracun dengan kapal wajib memperhatikan spesifikasi kapal untuk pengangkutan limbah.
- Spesifikasi kapal dan tata cara pengangkutan limbah bahan berbahaya dan beracun wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri.
- Kapal yang mengangkut limbah bahan berbahaya dan beracun wajib memiliki standar operasional dan prosedur tanggap darurat sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran dari Kegiatan Kepelabuhan.
Pasal 234 :
Pengoperasian pelabuhan wajib memenuhi persyaratan untuk mencegah timbulnya pencemaran yang bersumber dari kegiatan di pelabuhan.
Pasal 235 :
- Setiap pelabuhan wajib memenuhi prsyratan pralatan pnanggulangan pencemaran ssuai dengan besaran dan jenis kegiatan.
- Setiap pelabuhan wajib memenuhi persyaratan bahan pnanggulangan pencemaran sesuai dengan besaran dan jenis kegiatan
- Otoritas Pelabuhan wajib memiliki standar dan prosedur tanggap darurat pnanggulangn pncemaran.
Pasal 236 :
Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, Badan Usaha Pelabuhan, dan pengelola terminal khusus wajib menanggulangu pencemaran yang diakibatkan oleh pengoperasian pelabuhan.
Pasal 237 :
- Untuk menampung limbah yang berasal dari kapal di pelabuhan, Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pengelola Terminal Khusus wajib dan bertanggung jawab menyediakan fasilitas penampung limbah.
- Manajemen pengelolaan limbah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pengangkutan limbah ketempat pengumpulan, pengelolaan, dan pemusnahan akhir dilaksanakan berdasarkan ketentuanyang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab dibidang lingkungan hidup
Bagian Keempat
Pembuangan Limbah di Perairan
Pasal 239 :
- Pembuangan limbah diperairan hanya dapat dilakukan pada lokasi tertentu yang ditetapkan oleh Menteri dan memebuhi persyaratan tertentu.
- Pembuangan limbah dimaksud, wajib dilaporkan kepada institusi yang tugas dan fungsinya dibidang penjagaan laut dan pantai.
Marpol Annex III “Substansi Berbahaya” diidentifikasi sebagai pencemaran laut dan diatur lebih lanjut dalam IMDG Code (International Maritime Dangerous Goods Code).
IMDG Code merupakan salah satu instrumen yang sangat penting dibidang keselamatan maritim yang dibuat oleh IMO pada tahun 1965 dan telah mengalami perubahan-perubahan serta penambahan-penambahan sesuai perkembangan angkutan muatan berbahaya dan jenis-jenisnya.
- Kemasan harus memadai untuk meminimalisir bahaya ke lingkungan laut
- Dibuat dengan baik, tidak bocor karena pengangkutan, perubahan suhu, kelembaban udara atau tekanan
- Tidak akan bereaksi/ terpengaruh oleh isinya
- Memenuhi persyaratan mengenai type dan telah lulus tes
- Harus ada ruangan untuk pemuaian
- Kemasan bagian dalam tidak akan pecah atau bocor atau merembes ke kemasan luar harus dibungkus dengan bantalan
- Kemasan dalam yang berisi zat yang berbeda tidak boleh disatukan dalam satu kemasan luar
- Dimana tekanan dalam kemasan bisa bertambah, kemasan dapat diberi ventilasi asalkan gas ini tidak membahayakan
- Tabung-tabung bekas sebelum digunakan harus diperiksa
- Kemasan kosong bekas digunakan untuk mengangkut barang berbahaya harus diperlakukan sebagai barang berbahaya
Pemberian Kode untuk Macam-macam Kemasan
Kode terdiri dari :
- Sebuah angka Arabic, sesuai type kemasan seperti drum, jerigen;
- Sebuah atau lebih huruf besar (latin) yang menunjukkan bahan dari kemasan seperti baja, kayu, dll;
- Sebuah angka yang menunjukkan kategori dari kemasan yang digunakan
Contoh :
- Marking menunjukkan bahwa kemasan yang digunakan telah sesuai dengan desain dan tipe yang sudah dites.
- Marking dimaksudkan untuk membantu pabrik pembuat atau memperbaiki atau pemakai kemasan, pengangkut dan instansi pemerintah
- Marking tidak selalu memuat data yang rinci mengenai tingkat pengujian, untuk itu kadang-kadang diperlukan sertifikat dari kemasan
Marking menunjukkan :
- Simbol kemasan The United Nations
- Kode dari type kemasan
- Sebuah kode dalam dua bagian
- Sebuah huruf “S”
- Dua digit terakhir tahun pembuatan kemasan
- Negara yang memberi kuasa penempatan mark
- Pembuat kemasan atau tanda pengenal lain
- Contoh : 4 G/Y145/S/83 untuk Fibre board bos NL/ VL823
- Semua kemasan yang berisi barang berbahaya harus diberi label
- Label harus berbentuk diamond dengan ukuran minimal 100 mm x 100 mm, ukuran placard belahan kecuali untuk klas 1.4, 1.5, dan 1.6 bagian atas untuk simbol gambar bagian bawah tempat test dan classs.
- Bila barang berbahaya disiapkan untuk pengapalan maka harus disiapkan dokumentasinya, salah satu persyaratan utama dari dokumen pengapalan barang berbahaya menjelaskan informasi mengenai bahwa dari barang tersebut, dengan informasi dasar yang menjelaskan :
- Nama pengapalan yang betul (Nama teknik)
- Class sesuai IMDG class
- UN Number
Kemasan kosong yang berisi bekas (sisa) dari barang berbahaya harus ditulis “Empety” las contined
- Harus ada sertifikat yang menerangkan bahwa packaging, marking, dan labeling dalam keadaan memenuhi syarat untuk diangkut
- Bila diangkut dal peti kemas harus ada sertifikat yang menyatakan brang-barang berbahaya dalam peti kemastersebut sudah dipadatkan dan dilashing serta semua persyaratan telah dipenuhi.
- Stowage / Pemuatan
Barang berbahaya harus dimuat mengikuti ketentuan sebagai berikut :
- Aman dan selaras dengan sifatnya
- Muatan lawan sifatnya harus dipisahkan
- Bahan peledak harus dimuat ditempat khusus dan tidak bergesakan serta tempat tersebut bebas dari listrik terbuka
- Peranginan harus cukup
- Cairan mudah terbakar atau gas, hindari adanya api terbuka atau ledakan
- Tindakan khusus untuk muatan yang menimbulkan panas atau dapat terbakar sendiri.
Annex IV
Pencegahan Pencemaran dari Kotoran
Sewage Treatment Plant
- Sewage Comminuting and Disinfecting System with Temporary Storage Facility
- Standard Discharge Connection -sdc
- Kapal diijinkan membuang sewage yang telah dihancurkan dan di disinfected yang menggunakan alat yang telah disetujui oleh pemerintah pada jarak 3 mil atau lebih;
- Sewage tanpa dihancurkan dan di disinfected pada jarak 12 mil atau lebih
- Sewage yang berasal dari holding tank atau sewage yang berasal dari ruangan berisi hewan, tidak boleh dibuang secara terus menerus, tetapi harus dibuang secara berlahan (moderate rate) ketika kapal berjalan dengan kecepatan tidak kurang dari 4 knot
- Pembuangan sewage tidak boleh menghasilkan buangan sewage dalam bentuk padat dan mengapung serta menyebabkan perubahan warna pada perairan sekitarnya
Annex V
Pencegahan Pencemaran dari Sampah
- PEMBUANGAN SAMPAH DILUAR AREA KHUSUS
- Pembuangan semua jenis sampah plastik ke Iaut dilarang (termasuk tali sintetis, jala ikan sintetis, kantung plastik sampah, abu pembakaran plastik)
- Pembuangan sampah lainya dengan syarat:
- 25 nm dari daratan terdekat untuk sampah yang dapat mengapung (kayu pengganjal, alas dan bahan packing)
- 12 nm dari daratan terdekat unuk sampah makanan dan sampah lainnya termasuk produk kertas, makanan, kaca, metal, botol, tembikar)
- Pembuangan sampah ke dalam laut untuk no. 2.b di atas diperbolehkan jika sudah melalui alat penghancur atau gerinda dan berjarak 12 nm atau lebih dari daratan terdekat, tapi dilarang bila jarak kurang dari 3 nm.
- Jenis sampah dari sisa makanan yang dapat tenggelam harus dapat melalui saringan dengan lobang berdiafnter tidak lebih dari 25 mm.
- PERSYARATAN KHUSUS PEMBUNGAN SAMPAH
- Pembuangan sampah dari bahan bahan yang ditetapkan oleh Anex ini dilarang dari anjungan tetap atau terapun, yang digunakan dalam pengeboran (eksplorasi), eksploitasi dan yang berkaitan dengan pemrosesan sumber mineral dasar laut di lepas pantai, dan dari semua kopal yang sedang berlayar sepanjang atau dalam jarak 500 m dari anjungan tersebut,
- Pembuangan sampah ke dalam laut diperbolehkan jika sudah melalui alat penghancur atau gerinda dari anjungan tetap atau terapung yang berlokasi 12 mil Mm lebih dari daratan dan semua kapal ketika sandar atau dalam jarak 500 meter dari kedua stasiun tersebut. Jenis sampah dari sisa makanan yang dapat tenggelam harus dapat melalui saringan dengan lobang berdiamater tidak lebih dari 25 mm.
- PLAKAT, POLA PENGELOLAAN SAMPAH DAN BUKU CATATAN SAMPAH
- Setiap kapal yang memiliki panjang 12 m atau lebih harus memasng ppan pngumuman /plakat yg menginformasikan kpda kru dan penumpang tentang ketentuan/persyaratanpembuangan dari regulasi 3 dan 5 Annex ini, untuk diterapkan.
- Plakat harus ditulis dalam bahasa resmi personil kapal dan, untuk kapal-kapal yang sedang berlayar menju ke plabhan atau pngeboran lepas pantai yang berada dibawah hukum negara lain angggota konvensi hrs ditulis pula dalam bhasa inggris, prncis atau spanyol.
Lanjutan :
- Setiap kapal dengan berat kotor 400 ton atau lebih, dan setiap kapal yang dinyatakan membawa 15 penumpang atau lebih, harus memiliki pola pngelolaan sampah.
- Penyusunan pola tersebut harus sesuai dengan pedoman yang dibuat oleh organisasi dan ditulis dalam bahasa resmi awal/kru kapal. Pola tersebut memberikan informasi tertulis tentang :
- Prosedur pengumpulan
- Penyimpanan dan pembuangan sampah
- Penggunaan peralatan dikapal
- Penunjukan/penugasan seseorang yang bertanggung jawab untuk melaksanakan pola tersebut.
- Setiap kapal dengan berat kotor 400 ton atau lebih dan setiap kapal dinyatakan membawa 15 penumpang atau lebih yang sedang berlayar menuju pelabuhan atau pangkalan lepas pantai yang berada dibawah hukum negara lain anggota konvensi dan pangkalan tetap dan terapung yang digunakan untuk eksplorasi dan eksploitasi dasar laut harus dilengkapi dengan buku catatan sampah dapat merupakan bagian dari buku harian resmi kapal atau sebaliknya.
- CONTOH PEMISAHAN JENIS SAMPAH BERDASARKAN WARNA WADAH
PENCEGAHAN PENCEMARAN UDARA
PENCEGAHAN PENCEMARAN UDARA
SERTIFIKASI INTERNASIONAL PENCEGAHAN PENCEMARAN UDARA
DARI KAPAL (IAAP CERTIFICATE)
Sertifikasi bagi :
- Semua jenis kapal dengan gross tonnage lebih besar dari 400 GT, yang digunakan dalam pelayaran dari pelabuhan atau terminal lepas patai (offshore) dibawah wilayah yuridikasi dari negara lain dari peserta konvensi
- Bangunan lepas pantai (Plat form) dan Drilling Rigs yang digunakan dari pelabuhan atau terminal lepas pantai (offshore) dibawah wilayah yuridikasi dari negara lain dari peserta konvensi
- Kapal yang dibangun pada atau setelah tanggal 19 mei 2005 (Kapal Baru) harus diterbitkan Sertifikat Internasioanal Pencegahan Pencemaran oleh Udara dari Kapal (IAAP) Certificate pada saat penyerahan kapal (Ship Delivery).
Lanjutan :
- Kapal yang dibangun pada atau setelah tanggal 1 Januari 2000 dan sebelum 19 Mei 2005 (In Service : New Ship) harus diterbitkan Sertifikasi Internasional Pencegahan Pencemaran Udara dari KApal (IAAP) Certificate.
- Kapal yang dibangun sebelum 1 januari 2000 (kapal lama) harus diterbitkan Sertifikasi Internasional Pencegahan Pencemaran Udara oleh Udara dari Kapal (IAAP) Certificate pada Dry Docking pertama setelah Tanggal 19 Mei 2005 sampai dengan 19 Mei 2008.
BAHAN PERUSAK OZON (OZON DEPLENTING SUBTANCES)
Bahan perusak Ozon yang ada di kapal, namun tidak terbatas yakni”
- Halon 1221, Bromo Chloro Difluoromethane
- Halon 1301, Bromo Trifluoromethane
- Halon 2402, (Halon 114 B2)
- CFC 11, trichloromethane
- CFC 12 di Chloromethane
- CFC 113 tri fluorentane
- CFC 114 tetra fluorentane
- CFC 115 Chloro penta fluorentane
NITROGEN OXIDE (NOx) Emission from diesel engine
Standar Regulasi emisi NOx limit untuk Main Engine dan Auxiliary Engine dengan power out put diatas 130 Kw (untuk kapal yang dibangun sebelum 1 Januari 2000 s.d sebelum 1 Januari 2011)
17 g/kWh untuk Rpm < 130
45 X n-0,2 untuk Rpm 130 s/d 1999
9,8 g/kW h untuk Rpm > 2000
Sedangkan untuk main engine dan auxiliary engine yang dipasang pada kapal yang dibangun pada dan setelah 1 Januari 2011
14,4 g/kWh untuk Rpm < 130
44 X n-0,2 untuk Rpm 130 s/d 1999
7,7 g/kWh untuk Rpm > 2000
NOx emission ini boleh tidak diberlakukan bagi kapal yang dibangun sebelum tanggal pemberlakuan yaitu 10 Mei 2005.
Sulphur Oxides (Sox)
Emission Control
- Bahan Bakar dengan kandungan Sulfur tidak lebih dari 1,5% m/m untuk daerah SECA (Sox Emission Control Area), yaitu di daerah Baltic Sean dan North Sea
- Sedangkan kandungan sulfur bahan bakar yang digunakan tidak boleh lebih dari 3,5% m/m pada atau setelah 1 Januari 2012
- Exhause Gas Cleaning System (EGCS – Sox) untuk mengurangi emisi Sulphur Oxides di bawah 6.0 Sox/ kW h
Volatile Organic Compound
Diberlakukan untuk Ruang muat dari Oil Tanker
Incinerator
- Bila dipasang sebelum 1 Januari 2000, tidak diharuskan Sertifikasi
- Setiap Incenerator harus Type Approved dari Administration
Catatan :
Apabila dilengkap, Incenarator tidak boleh digunakan untuk pembakaran ;
- Residu dari Marine Pollution by Oil
- Garbage (Marpol Annex IV)
- Product Minyak yang mengandung halogen compound
Fuel Oil Quality
Ketentuan yang diberlakukan antara lain :
Bahan bakar* tidak boleh mengandung Sulfur sesuai ketentuan di atas
Bahan baka* tidak boleh menyebabkan mesin diesel kapal melebihi emisi NOx yang ditentukan
Catatan : * Aturan ini diberlakukan untuk bahan bakar Batubara dan Nuklir
Fasilitas Penampungan di Pelabuhan
Port Reception Facilities
(Draf Permenhub tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim)
- Kapasitas minimum fasilitas penampungan di pelabuhan harus disesuaikan dengan jumlah kedatangan kapal di pelabuhan.
- Lokasi fasilitas penampungan harus berada di dalam Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKP) atau Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKR)
- Setiap pelabuhan harus mempunyai pedoman manajemen penanganan limbah yang disahkan oleh Direktur Jenderal
- Kegiatan penanganan limbah harus dilaporkan setiap tahun kepada Otoritas Pelabuhan atau Unit Penyelenggara Pelabuhan.
PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM
PENGERTIAN/ DEFINISI
Perlindungan Lingkungan Maritim
adalah setiap upaya untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan perairan yang bersumber dari kegiatan yang terkait dengan pelayaran
Pencegahan Pencemaran dari Kapal
Adalah upaya yang harus dilakukan Nahkoda dan/atau awak kapal sedini mungkin untuk menghindari atau mengurangi pencemaran tumpahan minyak, bahan cair beracun, muatan berbahaya dalam kemasan, limbah kotoran (sewage), sampah (garbage), dan gas buang dari kapal ke perairan dan udara.
Penanggulangan Pencemaran dari Pengoperasian Kapal
Adalah segala tindakan yang dilakukan secara cepat, tepat, dan terpadu serta terkoordinasi untuk mengendalikan, mengurangi dan membersihkan tumpahan minyak atau bahan cair beracun dari kapal ke perairan untuk meminimalisasi kerugian masyarakat dan kerusakan lingkungan laut.
Penanggulangan Pencemaran dari Kegiatan Kepelabuhan
Adalah segala tindakan yang dilakukan secara cepat, tepat, dan terpadu serta terkoordinasi untuk mengendalikan, mengurangi dan membersihkan tumpahan minyak atau bahan cair beracun dari pelabuhan ke perairan untuk meminimalisasi kerugian masyarakat dan kerusakan lingkungan laut.
Pengendalian Anti Teritip (Anti-Fouling Systems)
Adalah sejenis lapisan pelindung, cat, lapisan perawatan permukaan atau peralatan yang digunakan di atas kapal untuk mengendalikan atau mencegah menempelnya organism yang tidak diinginkan.
Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran
dari Pengoperasian Kapal
Tanggung Jawab
Pemilik atau Operator Kapal
- Pemilik atau operator kapal yang mengangkut muatan minyak wajib bertanggung jawab untuk mengganti kerugian puhak ketiga yang disebabkan oleh pencemaran minyak yang berasal dari kapalnya.
- Pemilik atau operator kapal yang mengangkut muatan minyak secara curah lebih atau sama dengan 2000 ton, wajib mengasuransikan tanggung jawabnya untuk mengganti kerugian pihak ketiga yang disebabkan oleh pencemaran minyak yang berasal dari kapalnya.
- Pemilik atau operator kapal dengan ukuran lebih atau sama dengan GT1000 wajib mengasuransikan tanggung jawabnya untuk mengganti kerugian pihak ketiga yang disebabkan oleh pencemaran minyak yang berasal dari kegiatan pengisian bahan bakar (bunker) kapalnya.
Persyaratan Pembuangan Limbah
Konvensi Internasional yang Mengatur Pencegahan Pencemaran dari Kapal
dalam Rangka Perlindungan Lingkungan
Latar Belakang MARPOL
Sebuah perjanjian Internasional untuk pencegahan pencemaran dari kapal (MARPOL ‘73/78) diadopsi pada tahun 1973, yang kemudian dimodifikasi dengan Protocol I dan II pada tahun 1978, MARPOL ‘73/78 efektif dilaksanakan oleh negara-negara penanda tangan pada tahun 1978.
Konvensi Internasional Tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal
(MARPOL ‘73/78)
Pemberlakuan & Penerapan AFS Pemberlakuan Internasional :
17September 2008
- Penerapan untuk semua kapal ≥ 400 GT
- Sertifikat AFS juga diberikan untuk kapal < 400 GT dengan panjang ≥ 24m yang dilengkapi dengan deklarasi AFS
Indonesia dalam proses ratifikasi Konvensi AFS, saat ini masih dilakukan pembahasan antar kementrian
Kepedulian Lingkungan
Sanoesi Setrodjijo
10/14/2013 SanSet
- Nasional
- Undang-undang No. 23 tahun 1997, tentang “Pengelolaan Lingkungan Hidup”
- Undang-undang No. 17 tahun 1985, tentang “Pengesahan Konvensi PBB tentang ‘Hukum Laut’ ” tanggal 31 Desember 1985
- Undang-undang No. 21 tahun 1992, tentang “Pelayaran” yang telah diganti dengan Undang-undang No. 17 tahun 2008
- Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2002 tentang “Perkapalan”
- Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2010 tentang “Perlindungan Maritim”
- Keppres. RI No. 46 tahun 1986, tentang Pengesahan International Convention of Pollution from ship 1973 beserta protocol 1978
- Keppres RI No. 65 tahun 1980, tentang Pengesahan International Convention for Safety Of Life At Sea (SOLAS 1974)
- Keppres. RI No. 52 tahun 1999, tentang Pengesahan International Conventaion on Civil Libability for Oil Pollution Damage 1992 (CLC’92)
- Kepmenhub No. KM.167/HM.207/Phb-86, tentang Sertifikat Internasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak dan Sertifikat Internasional Pencegahan Pencemaran oleh Bahan Cair Beracun
- Kepmenhub. No. KM. 215/AL-506/Phb-87, tanggal 19 September 1987, tentang Pengadaan Fasilitas Penampungan Limbah dari Kapal.
- Permenhub No. KM. 4 tahun 2005, tanggal 20 Januari 2005, tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal.
- Kep. Dirjenhubla. No. PY. 69/1/1-86, tentang Pelaksanaan Kepmenhub No. KM. 167/HM.207/Phb-86.
- Juklak. Dirjenhubla. (No. PY.69/1/1-86) No. UM.481/2/14/DII-86, tentang Juknis Pelaksanaan Kep. Dirjenhubla No. PY. 69/1/11-86
- Juklak. Dirjenhubla. No. PY. 67/1/6-1996 tanggal 12 Juli 1996, tentang Pemberlakuan Manajemen Keselamatan Kapal/ International Safety Management Code (ISM Code) bagi kapal-kapal berbendera Indonesia.
- Kep. Dirjenhubla No. PY. 67/1/6-1996 tanggal 12 Juli 1996, tentang Pemberian Wewenang kepada BKI untuk melaksanakan verifikasi manajemen keselamatan kapal pada kapal-kapal berbendera Indonesia.
- Kep. Dirjenhubla No. PY. 65/1/19-98 tangga 30 Maret 1998, tentang Juknis Pelaksanaan Verifikasi dan Sertifikasi Sistim Manajemen Keselamatan Perusahaan dan Kapal berbendera Indonesia
- Kep. Dirjenhubla No. Py.67/1/19-98 tanggal 23 Desember 1998, tentang Juklak Verifikasi Sistim Manajemen Keselamatan Perusahaan dan Kapal bebendera Indonesia oleh Auditor Dirjenhubla.
- Kep. Dirjenhubla No. PY.66/1/4-03 tanggal 18 Desember 2003, tentang Tata Cara Trhadap Plaksanaan Pnyelengaran Klaiklautan Kapal
KETENTUAN NASIONAL
- Undang-undang No. 17 tahun 2007 tentang Pelyaran
- PP. No. 21 tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim
- PP. No. 51 tahun 2002 tentang Perkapalan
- PP. No. 7 tahun 2000 tentang Kepelautan
- Kepmenhub. No. 18 tahun 1997 tentang Pendidikan Ujian Negara dan Sertifikasi Kepelautan
- Permenhub. No. 60 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja DEPHUB
- Kepmenhub. No. 70 tahun 1998 tentang Pengawakan Kapal Niaga
- Permenhub. No. 3 tahun 2005 tentang Lambung Timbul
- Permenhub. No. 6 tahun 2005 tentang Pengukuran Kapal
- Permenhub. No. 4 tahun 2005 tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal
- Permenhub. No. 66 tahun 2005 tentang Ketentuan Pengoperasian Kapal Tangki Minyak Lambung Tunggal
- SK. Dirjenhubla. No. PY.66/4/1/03 tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Kelaiklautan Kapal
- SK. Dirjenhubla. No. PY. 67/1/6-96 tanggal 12 Juli 1996 dan
- SK. Dirjenhubla. No. PY. 65/1/1-98 tanggal 30 Maret 1998.
- Internasional
- SOLAS 1974 Protocol 1988 dan Amandemennya
- STCW 1978 dan Amandemennya
- Konvensi ILO (ILO C. 185 tentang SID, MLC 2006)
- Konvensi TMS 1969
- Konvensi LOAD LINE 1966
- MARPOL 1973/78
- COLREG 1972
- CLC 1696 Protocol 1992
- AFS Convention
- BWM Convention
- Ship Recycling
- PSPC
- HNS Convention
- The International On Civil Liabity For Bunker Oil Pollution Damage, 2011
*) 9 s/d 14 belum diratifikasi Pemerintah Indonesia
- Umum
Konvensi MARPOL ‘73/78 telah diberlakukan secara Internasional sejak tanggal 2 Oktober 1983. Dalam upaya mencegah terjadinya pemcemaran, kapal-kapal sesuai dengan jenis, ukuran dan umumnya harus dilengkapi dengan peralatan pencegahan pencemaran.
Di Indonesia telah diberlakukan ketentuan Annex I dan Annex II MARPOL ‘73/78 terhadap kapal-kapal berbendera Indonesia maupun berbendera asing yang memasuki perairan Indonesia.
Setelah pemerintah meratifikasi konvensi MARPOL terhadap kapal berbendera Indonesia dengan ukuran dan jenis tertentu yang berlayar keluar negeri terhitung sejak tanggal 27 Oktober 1986, sudah harus dilengkapi dengan IOPP Certificate dan atau NLS Certificate.
- Dan bagi kapal-kapal berbendara Indonesia denagn ukuran dan jenis tertentu yan melakukan pelayaran dalam negeri terhitung sejak tanggal 27 Oktober 1987 harus memiliki Sertifikat IOPP dan atau sertifikat NLS. Bagi kapal-kapal berbendera asing dengan ukuran dan jenis tertentu pula yang memasuki atau berada di pelabuhan atau terminal lepas pantai Indonesia, terhitung sejak tggal 21 Jan 1987 hrs memiliki Srtifikat IOPP dan NLS.
- Bukan hanya penagturan Internasional tetapi juga perlu pengaturan terhadap kapal-kapal non konvensi (kapal ukuran kecil) yang berlayar di dalam negeri maupun di luar negeri
- Penerapan Konvensi MARPOL ’73/78
- Annex I dari Konvensi tersebut adalah tentang Peraturan Pencegaha Pencemaran oleh minyak dari Kapal.
- Peraturan ini diterapkan bagi semua kapal menurut jenis dan ukurannya, yaitu :
- Untuk kapal selain kapal tangki minyak, berukuran 400 GT atau lebih
- Untuk kapal tangki minyak, berukuran 150 GT atau lebih
- Annex II adalah tentang Peraturan Pencegahan Pencemaran oleh Bahan Cair Beracun dalam bentuk curah dari kapal.Peraturan ini diterapkan bagi kapal tangki pengangkut bahan cair beracun bagi semua kapal tanpa memandang ukuran.
- Permenhub. KM. No. 4 tahun 2005
Keputusan ini diterapkan bagi kapal-kapal berbendera Indonesia menurut jenis dan ukuran :
- Untuk kapal selain kapal tangki minyak yang berukuran 100 s/d 399 GT
- Untuk kapal tangki minyak yang berukuran 100 s/d 149 GT
- Untuk kapal-kapal yang menggunakan mesin penggerak utama 200 PK atau lebih.
Bagi kapal asing yang beroperasi diperairan Indonesia secara tetap, walaupun dibebaskan oleh negera benderanya, wajib mentaati KM. No. 4 tahun 2005 tentang Pencegahan Pencemaran oleh minyak dari Kapal.
- Undang-undang No. 21 tahun 1992
Bab VIII tentang Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran oleh minyak dari Kapal, mencakup :
- Larangan dan sangsi terhadap pembuangan limbah atau bahan lain, apabila tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
- Mewajibkan setiap kapal dengan ukuran dan jenis tertentu untuk dilengkapi dengan peralatan pencegahan pencemaran sebagai bagian dr prsyaratan klaiklautn kapal.
- Mewajibkan nahkoda atau pimpinan kapal dan atau ABK untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan yang bersumber dari kapalnya.
- Mewajibkan nahkoda atau pemimpin kapal untuk menanggulangi pencemaran yang bersumber dari kapalnya dan segera melapor kepada pejabat pemerintah atau instansi yang berwenang.
- Mewajibkan pemillik atau operator kapal untuk bertanggung jawab terhadap pencemaran yang bersumber dari kapalnya.
- Mewajibkan pemilik atau operator kapal untuk mengasuransikan tanggung jawabnya.
- Pemeriksaan dan Sertifikasi
- Rncana Pemasangan Prlengkapan
- Kapal-kapal berbendera Indonesia harus dilengkapi dengan perlengkapan pencegahan pencemaran dari jenis yang disyahkan Ditjenhubla. Dengan memberikan tanda label pada peralatan tersebut.
- Sebelum suatu perlengkapan pencegahan pencemaran dipasang dikapal, gambar-gambar rencana pemasangan harus diajukan kepada Ditjenhubla melalui Ditkapel untuk mendapatkan persetujuan.
- Pemeriksaan
Dalam rangka penanganan dan pengawasan pencegahan pencemaran dari kapal secara terus menerus maupun dala rangka pemberian sertifikat kapal, maka terhadap kapal dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan :
- Pemeriksaan Pertama
Adalah survey sebelum kapal dioperasikan atau sertifikat yang diprsyaratkan belum dikluarkan, yang mencakup pemeriksaan lngkap atas buangn, prlngkapan, pentaan, dan sistim peralatan pencegahan mncakup pncemarn dikapal sepenuhnya sesuai dgan persyaratan ketentuan yg brlaku. Survey pertama dilaksanakan olh pemeriksa yg brkualifiksi Marine Inspector dari Ditjenhubla.
- Pemeriksaan Berkala
Adalah survey dengan selang waktu setiap ulang tahun sertifikat yang telah diberikan, yang sedemikian rupa hingga meyakinkan bahwa bangunan, perlengkapan, penataan, dan sistim peralatan pencegahan pencemaran dikapal sepenuhnya masih sesuai dengan persyaratan ketentuan yang berlaku.
- Pemeriksaan Pembaharuan
Adlah survey setelah masa berlaku sertifikat telah berakhir, pemeriksaan sedemikian rupa sehingga meyakinkan bahwa bangunan, perlengkapan, penataan-penataan dan sistim peralatan pencegahan pencemaran dikapal sepenuhnya masih sesuai dengan persyaratan ketentuan yang berlaku, sehingga dapat dikeluarkan kembali.
- Sertifikat
- Setelah dilakukan pemeriksaan pertama dan ternyata perlengkapan pencegahan pencemaran telah dipasang dikapal, serta persyaratan konstruksi lainnya telah sesuai dengan ketentuan, maka Dirjenhubla. Cq Dirkapel akan menerbitkan Sertifikat Pencegahan Pencemaran berupa Sertifikat Pencegahan Pencemaran oleh Minyak (IOPP Certificate) dan atau Sertifikat Pencegahan Pencemaran oleh Bahan Cair Beracun (NLS Certificate).
- Bagi kapal-kapal Indonesia non Konvensi akan diterbitkan Sertifikat Nasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak (SNPP).
- Bagi kapal-kapal asing yang terkena Peraturan Menteri Perhubungan KM. No. 4 tahun 2005 diberikan Surat Keterangan yang menyatakan bahwa kapal telah dilengkapai peralatan pencegahan pemcemaran sesuai ketentuan Nasional Indonesia.
Masa berlakunya sertifikat-sertifikat tersebut adalah paling lama 5 (lima) tahun dan setiap tahun dikukuhkan (endorced).
- Perlindungan Lingkungan Maritim adalah setiap upaya untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan perairan yang bersumber dari kegiatan yan terkait dengan pelayaran.
- Bab XIII
Perlindungan Lingkungan Maritim
Bagian Kesatu
Penyelenggara Perlindungan Lingkungan Maritim
Pasal 226
- Penyelenggaraan perlindungan lingkungan maritime dilakukan oleh Pemerintah.
- Penyelenggaraan perlindungan maritim dilakukan melalui :
- Pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari pengoperasian kapal; dan
- Pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari kegiatan kepelabuhan.
- Perlindungan lingkungan maritim juga dilakukan terhadap :
- Pembuangan limbah diperairan; dan
- Penutuhan kapal.
Bagian Kedua :
Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran dari Pengoperasian Kapal
Pasal 227 :
Setiap Awak Kapal wajib mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran lingkungan yang bersumber dari kapal.
Pasal 228 :
- Kapal denga jenis dan ukuran tertentu yang dioperasikan wajib dilengkapi peralatan dan bahan penanggulangan pencemaran minyak dari kapal yang mendapat pengesahan dari Pemerintah
- Kapal dengan jenis dan ukuran tertentu yang dioperasikan wajib dilengkapi pola penanggulangan pencemaran minyak dari kapal yang mendapat pengesahan dari Pemerintah.
Pasal 229 :
- Setiap kapal dilarang melakukan pembuangan limbah, air ballast, kotoran, sampah serta bahan kimia berbahaya dan beracun keperairan
- Dalam hal jarak pembuangan, volume pembuangan dan kwalitas buangan telah sesuai syarat yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan per-undang-undangan.
- Setiap kapal dilarang mengeluarjan gas buang melebihi amabang batas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 230
- Setiap nahkoda atau pertanggung jawab untuk kegiatan lain diperairan bertanggung jawab menanggulangi pencemaran yang bersumber dari kapal dan atau kegiatannya.
- Setiap nahkoda atau penanggung jawab unit kegiatan lain di perairan wajib segera melaporkan kepada Syahbandar terdekat dan/atau unsur Pemerintah lain yang terdekat megenai terjadinya pencemaran perairan yang disebabkan oleh kapalnya atau yang bersumber dari kegiatannya, apabila melihat adanya pencemaran dari kapal, dan/atau kegiatan lain diperairan.
- Unsur Pemerintah lainnya yang telah menerima informasi, wajib meneruskan laporan mengenai adanya pencemaran perairan kepada Syahbandar terdekat atau kepada instansi berwenang.
- Syahbandar segera meneruskan laporan tersebut kepada instansi yang berwenang untuk penanganan lebih lanjut.
Pasal 231 :
- Pemilik atau operator kapal brtanggung jwab thdp pncemaran yang bersumber dari kapalnya.
- Untuk memenuhi tanggung jwbny, pemilik atau operator kapal wajib mengasuransikan tanggung jwbny.
Pasal 233 :
- Pengangkutan limbah bahan berbahaya dan beracun dengan kapal wajib memperhatikan spesifikasi kapal untuk pengangkutan limbah.
- Spesifikasi kapal dan tata cara pengangkutan limbah bahan berbahaya dan beracun wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri.
- Kapal yang mengangkut limbah bahan berbahaya dan beracun wajib memiliki standar operasional dan prosedur tanggap darurat sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran dari Kegiatan Kepelabuhan.
Pasal 234 :
Pengoperasian pelabuhan wajib memenuhi persyaratan untuk mencegah timbulnya pencemaran yang bersumber dari kegiatan di pelabuhan.
Pasal 235 :
- Setiap pelabuhan wajib memenuhi prsyratan pralatan pnanggulangan pencemaran ssuai dengan besaran dan jenis kegiatan.
- Setiap pelabuhan wajib memenuhi persyaratan bahan pnanggulangan pencemaran sesuai dengan besaran dan jenis kegiatan
- Otoritas Pelabuhan wajib memiliki standar dan prosedur tanggap darurat pnanggulangn pncemaran.
Pasal 236 :
Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, Badan Usaha Pelabuhan, dan pengelola terminal khusus wajib menanggulangu pencemaran yang diakibatkan oleh pengoperasian pelabuhan.
Pasal 237 :
- Untuk menampung limbah yang berasal dari kapal di pelabuhan, Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pengelola Terminal Khusus wajib dan bertanggung jawab menyediakan fasilitas penampung limbah.
- Manajemen pengelolaan limbah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pengangkutan limbah ketempat pengumpulan, pengelolaan, dan pemusnahan akhir dilaksanakan berdasarkan ketentuanyang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab dibidang lingkungan hidup
Bagian Keempat
Pembuangan Limbah di Perairan
Pasal 239 :
- Pembuangan limbah diperairan hanya dapat dilakukan pada lokasi tertentu yang ditetapkan oleh Menteri dan memebuhi persyaratan tertentu.
- Pembuangan limbah dimaksud, wajib dilaporkan kepada institusi yang tugas dan fungsinya dibidang penjagaan laut dan pantai.
Marpol Annex III “Substansi Berbahaya” diidentifikasi sebagai pencemaran laut dan diatur lebih lanjut dalam IMDG Code (International Maritime Dangerous Goods Code).
IMDG Code merupakan salah satu instrumen yang sangat penting dibidang keselamatan maritim yang dibuat oleh IMO pada tahun 1965 dan telah mengalami perubahan-perubahan serta penambahan-penambahan sesuai perkembangan angkutan muatan berbahaya dan jenis-jenisnya.
- Kemasan harus memadai untuk meminimalisir bahaya ke lingkungan laut
- Dibuat dengan baik, tidak bocor karena pengangkutan, perubahan suhu, kelembaban udara atau tekanan
- Tidak akan bereaksi/ terpengaruh oleh isinya
- Memenuhi persyaratan mengenai type dan telah lulus tes
- Harus ada ruangan untuk pemuaian
- Kemasan bagian dalam tidak akan pecah atau bocor atau merembes ke kemasan luar harus dibungkus dengan bantalan
- Kemasan dalam yang berisi zat yang berbeda tidak boleh disatukan dalam satu kemasan luar
- Dimana tekanan dalam kemasan bisa bertambah, kemasan dapat diberi ventilasi asalkan gas ini tidak membahayakan
- Tabung-tabung bekas sebelum digunakan harus diperiksa
- Kemasan kosong bekas digunakan untuk mengangkut barang berbahaya harus diperlakukan sebagai barang berbahaya
Pemberian Kode untuk Macam-macam Kemasan
Kode terdiri dari :
- Sebuah angka Arabic, sesuai type kemasan seperti drum, jerigen;
- Sebuah atau lebih huruf besar (latin) yang menunjukkan bahan dari kemasan seperti baja, kayu, dll;
- Sebuah angka yang menunjukkan kategori dari kemasan yang digunakan
Contoh :
- Marking menunjukkan bahwa kemasan yang digunakan telah sesuai dengan desain dan tipe yang sudah dites.
- Marking dimaksudkan untuk membantu pabrik pembuat atau memperbaiki atau pemakai kemasan, pengangkut dan instansi pemerintah
- Marking tidak selalu memuat data yang rinci mengenai tingkat pengujian, untuk itu kadang-kadang diperlukan sertifikat dari kemasan
Marking menunjukkan :
- Simbol kemasan The United Nations
- Kode dari type kemasan
- Sebuah kode dalam dua bagian
- Sebuah huruf “S”
- Dua digit terakhir tahun pembuatan kemasan
- Negara yang memberi kuasa penempatan mark
- Pembuat kemasan atau tanda pengenal lain
- Contoh : 4 G/Y145/S/83 untuk Fibre board bos NL/ VL823
- Semua kemasan yang berisi barang berbahaya harus diberi label
- Label harus berbentuk diamond dengan ukuran minimal 100 mm x 100 mm, ukuran placard belahan kecuali untuk klas 1.4, 1.5, dan 1.6 bagian atas untuk simbol gambar bagian bawah tempat test dan classs.
- Bila barang berbahaya disiapkan untuk pengapalan maka harus disiapkan dokumentasinya, salah satu persyaratan utama dari dokumen pengapalan barang berbahaya menjelaskan informasi mengenai bahwa dari barang tersebut, dengan informasi dasar yang menjelaskan :
- Nama pengapalan yang betul (Nama teknik)
- Class sesuai IMDG class
- UN Number
Kemasan kosong yang berisi bekas (sisa) dari barang berbahaya harus ditulis “Empety” las contined
- Harus ada sertifikat yang menerangkan bahwa packaging, marking, dan labeling dalam keadaan memenuhi syarat untuk diangkut
- Bila diangkut dal peti kemas harus ada sertifikat yang menyatakan brang-barang berbahaya dalam peti kemastersebut sudah dipadatkan dan dilashing serta semua persyaratan telah dipenuhi.
- Stowage / Pemuatan
Barang berbahaya harus dimuat mengikuti ketentuan sebagai berikut :
- Aman dan selaras dengan sifatnya
- Muatan lawan sifatnya harus dipisahkan
- Bahan peledak harus dimuat ditempat khusus dan tidak bergesakan serta tempat tersebut bebas dari listrik terbuka
- Peranginan harus cukup
- Cairan mudah terbakar atau gas, hindari adanya api terbuka atau ledakan
- Tindakan khusus untuk muatan yang menimbulkan panas atau dapat terbakar sendiri.
Annex IV
Pencegahan Pencemaran dari Kotoran
Sewage Treatment Plant
- Sewage Comminuting and Disinfecting System with Temporary Storage Facility
- Standard Discharge Connection -sdc
- Kapal diijinkan membuang sewage yang telah dihancurkan dan di disinfected yang menggunakan alat yang telah disetujui oleh pemerintah pada jarak 3 mil atau lebih;
- Sewage tanpa dihancurkan dan di disinfected pada jarak 12 mil atau lebih
- Sewage yang berasal dari holding tank atau sewage yang berasal dari ruangan berisi hewan, tidak boleh dibuang secara terus menerus, tetapi harus dibuang secara berlahan (moderate rate) ketika kapal berjalan dengan kecepatan tidak kurang dari 4 knot
- Pembuangan sewage tidak boleh menghasilkan buangan sewage dalam bentuk padat dan mengapung serta menyebabkan perubahan warna pada perairan sekitarnya
Annex V
Pencegahan Pencemaran dari Sampah
- PEMBUANGAN SAMPAH DILUAR AREA KHUSUS
- Pembuangan semua jenis sampah plastik ke Iaut dilarang (termasuk tali sintetis, jala ikan sintetis, kantung plastik sampah, abu pembakaran plastik)
- Pembuangan sampah lainya dengan syarat:
- 25 nm dari daratan terdekat untuk sampah yang dapat mengapung (kayu pengganjal, alas dan bahan packing)
- 12 nm dari daratan terdekat unuk sampah makanan dan sampah lainnya termasuk produk kertas, makanan, kaca, metal, botol, tembikar)
- Pembuangan sampah ke dalam laut untuk no. 2.b di atas diperbolehkan jika sudah melalui alat penghancur atau gerinda dan berjarak 12 nm atau lebih dari daratan terdekat, tapi dilarang bila jarak kurang dari 3 nm.
- Jenis sampah dari sisa makanan yang dapat tenggelam harus dapat melalui saringan dengan lobang berdiafnter tidak lebih dari 25 mm.
- PERSYARATAN KHUSUS PEMBUNGAN SAMPAH
- Pembuangan sampah dari bahan bahan yang ditetapkan oleh Anex ini dilarang dari anjungan tetap atau terapun, yang digunakan dalam pengeboran (eksplorasi), eksploitasi dan yang berkaitan dengan pemrosesan sumber mineral dasar laut di lepas pantai, dan dari semua kopal yang sedang berlayar sepanjang atau dalam jarak 500 m dari anjungan tersebut,
- Pembuangan sampah ke dalam laut diperbolehkan jika sudah melalui alat penghancur atau gerinda dari anjungan tetap atau terapung yang berlokasi 12 mil Mm lebih dari daratan dan semua kapal ketika sandar atau dalam jarak 500 meter dari kedua stasiun tersebut. Jenis sampah dari sisa makanan yang dapat tenggelam harus dapat melalui saringan dengan lobang berdiamater tidak lebih dari 25 mm.
- PLAKAT, POLA PENGELOLAAN SAMPAH DAN BUKU CATATAN SAMPAH
- Setiap kapal yang memiliki panjang 12 m atau lebih harus memasng ppan pngumuman /plakat yg menginformasikan kpda kru dan penumpang tentang ketentuan/persyaratanpembuangan dari regulasi 3 dan 5 Annex ini, untuk diterapkan.
- Plakat harus ditulis dalam bahasa resmi personil kapal dan, untuk kapal-kapal yang sedang berlayar menju ke plabhan atau pngeboran lepas pantai yang berada dibawah hukum negara lain angggota konvensi hrs ditulis pula dalam bhasa inggris, prncis atau spanyol.
Lanjutan :
- Setiap kapal dengan berat kotor 400 ton atau lebih, dan setiap kapal yang dinyatakan membawa 15 penumpang atau lebih, harus memiliki pola pngelolaan sampah.
- Penyusunan pola tersebut harus sesuai dengan pedoman yang dibuat oleh organisasi dan ditulis dalam bahasa resmi awal/kru kapal. Pola tersebut memberikan informasi tertulis tentang :
- Prosedur pengumpulan
- Penyimpanan dan pembuangan sampah
- Penggunaan peralatan dikapal
- Penunjukan/penugasan seseorang yang bertanggung jawab untuk melaksanakan pola tersebut.
- Setiap kapal dengan berat kotor 400 ton atau lebih dan setiap kapal dinyatakan membawa 15 penumpang atau lebih yang sedang berlayar menuju pelabuhan atau pangkalan lepas pantai yang berada dibawah hukum negara lain anggota konvensi dan pangkalan tetap dan terapung yang digunakan untuk eksplorasi dan eksploitasi dasar laut harus dilengkapi dengan buku catatan sampah dapat merupakan bagian dari buku harian resmi kapal atau sebaliknya.
- CONTOH PEMISAHAN JENIS SAMPAH BERDASARKAN WARNA WADAH
PENCEGAHAN PENCEMARAN UDARA
PENCEGAHAN PENCEMARAN UDARA
SERTIFIKASI INTERNASIONAL PENCEGAHAN PENCEMARAN UDARA
DARI KAPAL (IAAP CERTIFICATE)
Sertifikasi bagi :
- Semua jenis kapal dengan gross tonnage lebih besar dari 400 GT, yang digunakan dalam pelayaran dari pelabuhan atau terminal lepas patai (offshore) dibawah wilayah yuridikasi dari negara lain dari peserta konvensi
- Bangunan lepas pantai (Plat form) dan Drilling Rigs yang digunakan dari pelabuhan atau terminal lepas pantai (offshore) dibawah wilayah yuridikasi dari negara lain dari peserta konvensi
- Kapal yang dibangun pada atau setelah tanggal 19 mei 2005 (Kapal Baru) harus diterbitkan Sertifikat Internasioanal Pencegahan Pencemaran oleh Udara dari Kapal (IAAP) Certificate pada saat penyerahan kapal (Ship Delivery).
Lanjutan :
- Kapal yang dibangun pada atau setelah tanggal 1 Januari 2000 dan sebelum 19 Mei 2005 (In Service : New Ship) harus diterbitkan Sertifikasi Internasional Pencegahan Pencemaran Udara dari KApal (IAAP) Certificate.
- Kapal yang dibangun sebelum 1 januari 2000 (kapal lama) harus diterbitkan Sertifikasi Internasional Pencegahan Pencemaran Udara oleh Udara dari Kapal (IAAP) Certificate pada Dry Docking pertama setelah Tanggal 19 Mei 2005 sampai dengan 19 Mei 2008.
BAHAN PERUSAK OZON (OZON DEPLENTING SUBTANCES)
Bahan perusak Ozon yang ada di kapal, namun tidak terbatas yakni”
- Halon 1221, Bromo Chloro Difluoromethane
- Halon 1301, Bromo Trifluoromethane
- Halon 2402, (Halon 114 B2)
- CFC 11, trichloromethane
- CFC 12 di Chloromethane
- CFC 113 tri fluorentane
- CFC 114 tetra fluorentane
- CFC 115 Chloro penta fluorentane
NITROGEN OXIDE (NOx) Emission from diesel engine
Standar Regulasi emisi NOx limit untuk Main Engine dan Auxiliary Engine dengan power out put diatas 130 Kw (untuk kapal yang dibangun sebelum 1 Januari 2000 s.d sebelum 1 Januari 2011)
17 g/kWh untuk Rpm < 130
45 X n-0,2 untuk Rpm 130 s/d 1999
9,8 g/kW h untuk Rpm > 2000
Sedangkan untuk main engine dan auxiliary engine yang dipasang pada kapal yang dibangun pada dan setelah 1 Januari 2011
14,4 g/kWh untuk Rpm < 130
44 X n-0,2 untuk Rpm 130 s/d 1999
7,7 g/kWh untuk Rpm > 2000
NOx emission ini boleh tidak diberlakukan bagi kapal yang dibangun sebelum tanggal pemberlakuan yaitu 10 Mei 2005.
Sulphur Oxides (Sox)
Emission Control
- Bahan Bakar dengan kandungan Sulfur tidak lebih dari 1,5% m/m untuk daerah SECA (Sox Emission Control Area), yaitu di daerah Baltic Sean dan North Sea
- Sedangkan kandungan sulfur bahan bakar yang digunakan tidak boleh lebih dari 3,5% m/m pada atau setelah 1 Januari 2012
- Exhause Gas Cleaning System (EGCS – Sox) untuk mengurangi emisi Sulphur Oxides di bawah 6.0 Sox/ kW h
Volatile Organic Compound
Diberlakukan untuk Ruang muat dari Oil Tanker
Incinerator
- Bila dipasang sebelum 1 Januari 2000, tidak diharuskan Sertifikasi
- Setiap Incenerator harus Type Approved dari Administration
Catatan :
Apabila dilengkap, Incenarator tidak boleh digunakan untuk pembakaran ;
- Residu dari Marine Pollution by Oil
- Garbage (Marpol Annex IV)
- Product Minyak yang mengandung halogen compound
Fuel Oil Quality
Ketentuan yang diberlakukan antara lain :
Bahan bakar* tidak boleh mengandung Sulfur sesuai ketentuan di atas
Bahan baka* tidak boleh menyebabkan mesin diesel kapal melebihi emisi NOx yang ditentukan
Catatan : * Aturan ini diberlakukan untuk bahan bakar Batubara dan Nuklir
Fasilitas Penampungan di Pelabuhan
Port Reception Facilities
(Draf Permenhub tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim)
- Kapasitas minimum fasilitas penampungan di pelabuhan harus disesuaikan dengan jumlah kedatangan kapal di pelabuhan.
- Lokasi fasilitas penampungan harus berada di dalam Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKP) atau Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKR)
- Setiap pelabuhan harus mempunyai pedoman manajemen penanganan limbah yang disahkan oleh Direktur Jenderal
- Kegiatan penanganan limbah harus dilaporkan setiap tahun kepada Otoritas Pelabuhan atau Unit Penyelenggara Pelabuhan.
PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM
PENGERTIAN/ DEFINISI
Perlindungan Lingkungan Maritim
adalah setiap upaya untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan perairan yang bersumber dari kegiatan yang terkait dengan pelayaran
Pencegahan Pencemaran dari Kapal
Adalah upaya yang harus dilakukan Nahkoda dan/atau awak kapal sedini mungkin untuk menghindari atau mengurangi pencemaran tumpahan minyak, bahan cair beracun, muatan berbahaya dalam kemasan, limbah kotoran (sewage), sampah (garbage), dan gas buang dari kapal ke perairan dan udara.
Penanggulangan Pencemaran dari Pengoperasian Kapal
Adalah segala tindakan yang dilakukan secara cepat, tepat, dan terpadu serta terkoordinasi untuk mengendalikan, mengurangi dan membersihkan tumpahan minyak atau bahan cair beracun dari kapal ke perairan untuk meminimalisasi kerugian masyarakat dan kerusakan lingkungan laut.
Penanggulangan Pencemaran dari Kegiatan Kepelabuhan
Adalah segala tindakan yang dilakukan secara cepat, tepat, dan terpadu serta terkoordinasi untuk mengendalikan, mengurangi dan membersihkan tumpahan minyak atau bahan cair beracun dari pelabuhan ke perairan untuk meminimalisasi kerugian masyarakat dan kerusakan lingkungan laut.
Pengendalian Anti Teritip (Anti-Fouling Systems)
Adalah sejenis lapisan pelindung, cat, lapisan perawatan permukaan atau peralatan yang digunakan di atas kapal untuk mengendalikan atau mencegah menempelnya organism yang tidak diinginkan.
Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran
dari Pengoperasian Kapal
Tanggung Jawab
Pemilik atau Operator Kapal
- Pemilik atau operator kapal yang mengangkut muatan minyak wajib bertanggung jawab untuk mengganti kerugian puhak ketiga yang disebabkan oleh pencemaran minyak yang berasal dari kapalnya.
- Pemilik atau operator kapal yang mengangkut muatan minyak secara curah lebih atau sama dengan 2000 ton, wajib mengasuransikan tanggung jawabnya untuk mengganti kerugian pihak ketiga yang disebabkan oleh pencemaran minyak yang berasal dari kapalnya.
- Pemilik atau operator kapal dengan ukuran lebih atau sama dengan GT1000 wajib mengasuransikan tanggung jawabnya untuk mengganti kerugian pihak ketiga yang disebabkan oleh pencemaran minyak yang berasal dari kegiatan pengisian bahan bakar (bunker) kapalnya.
Persyaratan Pembuangan Limbah
Konvensi Internasional yang Mengatur Pencegahan Pencemaran dari Kapal
dalam Rangka Perlindungan Lingkungan
Latar Belakang MARPOL
Sebuah perjanjian Internasional untuk pencegahan pencemaran dari kapal (MARPOL ‘73/78) diadopsi pada tahun 1973, yang kemudian dimodifikasi dengan Protocol I dan II pada tahun 1978, MARPOL ‘73/78 efektif dilaksanakan oleh negara-negara penanda tangan pada tahun 1978.
Konvensi Internasional Tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal
(MARPOL ‘73/78)
Pemberlakuan & Penerapan AFS Pemberlakuan Internasional :
17September 2008
- Penerapan untuk semua kapal ≥ 400 GT
- Sertifikat AFS juga diberikan untuk kapal < 400 GT dengan panjang ≥ 24m yang dilengkapi dengan deklarasi AFS
Indonesia dalam proses ratifikasi Konvensi AFS, saat ini masih dilakukan pembahasan antar kementrian
Kepedulian Lingkungan
Sanoesi Setrodjijo
10/14/2013 SanSet
- Nasional
- Undang-undang No. 23 tahun 1997, tentang “Pengelolaan Lingkungan Hidup”
- Undang-undang No. 17 tahun 1985, tentang “Pengesahan Konvensi PBB tentang ‘Hukum Laut’ ” tanggal 31 Desember 1985
- Undang-undang No. 21 tahun 1992, tentang “Pelayaran” yang telah diganti dengan Undang-undang No. 17 tahun 2008
- Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2002 tentang “Perkapalan”
- Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2010 tentang “Perlindungan Maritim”
- Keppres. RI No. 46 tahun 1986, tentang Pengesahan International Convention of Pollution from ship 1973 beserta protocol 1978
- Keppres RI No. 65 tahun 1980, tentang Pengesahan International Convention for Safety Of Life At Sea (SOLAS 1974)
- Keppres. RI No. 52 tahun 1999, tentang Pengesahan International Conventaion on Civil Libability for Oil Pollution Damage 1992 (CLC’92)
- Kepmenhub No. KM.167/HM.207/Phb-86, tentang Sertifikat Internasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak dan Sertifikat Internasional Pencegahan Pencemaran oleh Bahan Cair Beracun
- Kepmenhub. No. KM. 215/AL-506/Phb-87, tanggal 19 September 1987, tentang Pengadaan Fasilitas Penampungan Limbah dari Kapal.
- Permenhub No. KM. 4 tahun 2005, tanggal 20 Januari 2005, tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal.
- Kep. Dirjenhubla. No. PY. 69/1/1-86, tentang Pelaksanaan Kepmenhub No. KM. 167/HM.207/Phb-86.
- Juklak. Dirjenhubla. (No. PY.69/1/1-86) No. UM.481/2/14/DII-86, tentang Juknis Pelaksanaan Kep. Dirjenhubla No. PY. 69/1/11-86
- Juklak. Dirjenhubla. No. PY. 67/1/6-1996 tanggal 12 Juli 1996, tentang Pemberlakuan Manajemen Keselamatan Kapal/ International Safety Management Code (ISM Code) bagi kapal-kapal berbendera Indonesia.
- Kep. Dirjenhubla No. PY. 67/1/6-1996 tanggal 12 Juli 1996, tentang Pemberian Wewenang kepada BKI untuk melaksanakan verifikasi manajemen keselamatan kapal pada kapal-kapal berbendera Indonesia.
- Kep. Dirjenhubla No. PY. 65/1/19-98 tangga 30 Maret 1998, tentang Juknis Pelaksanaan Verifikasi dan Sertifikasi Sistim Manajemen Keselamatan Perusahaan dan Kapal berbendera Indonesia
- Kep. Dirjenhubla No. Py.67/1/19-98 tanggal 23 Desember 1998, tentang Juklak Verifikasi Sistim Manajemen Keselamatan Perusahaan dan Kapal bebendera Indonesia oleh Auditor Dirjenhubla.
- Kep. Dirjenhubla No. PY.66/1/4-03 tanggal 18 Desember 2003, tentang Tata Cara Trhadap Plaksanaan Pnyelengaran Klaiklautan Kapal
KETENTUAN NASIONAL
- Undang-undang No. 17 tahun 2007 tentang Pelyaran
- PP. No. 21 tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim
- PP. No. 51 tahun 2002 tentang Perkapalan
- PP. No. 7 tahun 2000 tentang Kepelautan
- Kepmenhub. No. 18 tahun 1997 tentang Pendidikan Ujian Negara dan Sertifikasi Kepelautan
- Permenhub. No. 60 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja DEPHUB
- Kepmenhub. No. 70 tahun 1998 tentang Pengawakan Kapal Niaga
- Permenhub. No. 3 tahun 2005 tentang Lambung Timbul
- Permenhub. No. 6 tahun 2005 tentang Pengukuran Kapal
- Permenhub. No. 4 tahun 2005 tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal
- Permenhub. No. 66 tahun 2005 tentang Ketentuan Pengoperasian Kapal Tangki Minyak Lambung Tunggal
- SK. Dirjenhubla. No. PY.66/4/1/03 tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Kelaiklautan Kapal
- SK. Dirjenhubla. No. PY. 67/1/6-96 tanggal 12 Juli 1996 dan
- SK. Dirjenhubla. No. PY. 65/1/1-98 tanggal 30 Maret 1998.
- Internasional
- SOLAS 1974 Protocol 1988 dan Amandemennya
- STCW 1978 dan Amandemennya
- Konvensi ILO (ILO C. 185 tentang SID, MLC 2006)
- Konvensi TMS 1969
- Konvensi LOAD LINE 1966
- MARPOL 1973/78
- COLREG 1972
- CLC 1696 Protocol 1992
- AFS Convention
- BWM Convention
- Ship Recycling
- PSPC
- HNS Convention
- The International On Civil Liabity For Bunker Oil Pollution Damage, 2011
*) 9 s/d 14 belum diratifikasi Pemerintah Indonesia
- Umum
Konvensi MARPOL ‘73/78 telah diberlakukan secara Internasional sejak tanggal 2 Oktober 1983. Dalam upaya mencegah terjadinya pemcemaran, kapal-kapal sesuai dengan jenis, ukuran dan umumnya harus dilengkapi dengan peralatan pencegahan pencemaran.
Di Indonesia telah diberlakukan ketentuan Annex I dan Annex II MARPOL ‘73/78 terhadap kapal-kapal berbendera Indonesia maupun berbendera asing yang memasuki perairan Indonesia.
Setelah pemerintah meratifikasi konvensi MARPOL terhadap kapal berbendera Indonesia dengan ukuran dan jenis tertentu yang berlayar keluar negeri terhitung sejak tanggal 27 Oktober 1986, sudah harus dilengkapi dengan IOPP Certificate dan atau NLS Certificate.
- Dan bagi kapal-kapal berbendara Indonesia denagn ukuran dan jenis tertentu yan melakukan pelayaran dalam negeri terhitung sejak tanggal 27 Oktober 1987 harus memiliki Sertifikat IOPP dan atau sertifikat NLS. Bagi kapal-kapal berbendera asing dengan ukuran dan jenis tertentu pula yang memasuki atau berada di pelabuhan atau terminal lepas pantai Indonesia, terhitung sejak tggal 21 Jan 1987 hrs memiliki Srtifikat IOPP dan NLS.
- Bukan hanya penagturan Internasional tetapi juga perlu pengaturan terhadap kapal-kapal non konvensi (kapal ukuran kecil) yang berlayar di dalam negeri maupun di luar negeri
- Penerapan Konvensi MARPOL ’73/78
- Annex I dari Konvensi tersebut adalah tentang Peraturan Pencegaha Pencemaran oleh minyak dari Kapal.
- Peraturan ini diterapkan bagi semua kapal menurut jenis dan ukurannya, yaitu :
- Untuk kapal selain kapal tangki minyak, berukuran 400 GT atau lebih
- Untuk kapal tangki minyak, berukuran 150 GT atau lebih
- Annex II adalah tentang Peraturan Pencegahan Pencemaran oleh Bahan Cair Beracun dalam bentuk curah dari kapal.Peraturan ini diterapkan bagi kapal tangki pengangkut bahan cair beracun bagi semua kapal tanpa memandang ukuran.
- Permenhub. KM. No. 4 tahun 2005
Keputusan ini diterapkan bagi kapal-kapal berbendera Indonesia menurut jenis dan ukuran :
- Untuk kapal selain kapal tangki minyak yang berukuran 100 s/d 399 GT
- Untuk kapal tangki minyak yang berukuran 100 s/d 149 GT
- Untuk kapal-kapal yang menggunakan mesin penggerak utama 200 PK atau lebih.
Bagi kapal asing yang beroperasi diperairan Indonesia secara tetap, walaupun dibebaskan oleh negera benderanya, wajib mentaati KM. No. 4 tahun 2005 tentang Pencegahan Pencemaran oleh minyak dari Kapal.
- Undang-undang No. 21 tahun 1992
Bab VIII tentang Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran oleh minyak dari Kapal, mencakup :
- Larangan dan sangsi terhadap pembuangan limbah atau bahan lain, apabila tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
- Mewajibkan setiap kapal dengan ukuran dan jenis tertentu untuk dilengkapi dengan peralatan pencegahan pencemaran sebagai bagian dr prsyaratan klaiklautn kapal.
- Mewajibkan nahkoda atau pimpinan kapal dan atau ABK untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan yang bersumber dari kapalnya.
- Mewajibkan nahkoda atau pemimpin kapal untuk menanggulangi pencemaran yang bersumber dari kapalnya dan segera melapor kepada pejabat pemerintah atau instansi yang berwenang.
- Mewajibkan pemillik atau operator kapal untuk bertanggung jawab terhadap pencemaran yang bersumber dari kapalnya.
- Mewajibkan pemilik atau operator kapal untuk mengasuransikan tanggung jawabnya.
- Pemeriksaan dan Sertifikasi
- Rncana Pemasangan Prlengkapan
- Kapal-kapal berbendera Indonesia harus dilengkapi dengan perlengkapan pencegahan pencemaran dari jenis yang disyahkan Ditjenhubla. Dengan memberikan tanda label pada peralatan tersebut.
- Sebelum suatu perlengkapan pencegahan pencemaran dipasang dikapal, gambar-gambar rencana pemasangan harus diajukan kepada Ditjenhubla melalui Ditkapel untuk mendapatkan persetujuan.
- Pemeriksaan
Dalam rangka penanganan dan pengawasan pencegahan pencemaran dari kapal secara terus menerus maupun dala rangka pemberian sertifikat kapal, maka terhadap kapal dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan :
- Pemeriksaan Pertama
Adalah survey sebelum kapal dioperasikan atau sertifikat yang diprsyaratkan belum dikluarkan, yang mencakup pemeriksaan lngkap atas buangn, prlngkapan, pentaan, dan sistim peralatan pencegahan mncakup pncemarn dikapal sepenuhnya sesuai dgan persyaratan ketentuan yg brlaku. Survey pertama dilaksanakan olh pemeriksa yg brkualifiksi Marine Inspector dari Ditjenhubla.
- Pemeriksaan Berkala
Adalah survey dengan selang waktu setiap ulang tahun sertifikat yang telah diberikan, yang sedemikian rupa hingga meyakinkan bahwa bangunan, perlengkapan, penataan, dan sistim peralatan pencegahan pencemaran dikapal sepenuhnya masih sesuai dengan persyaratan ketentuan yang berlaku.
- Pemeriksaan Pembaharuan
Adlah survey setelah masa berlaku sertifikat telah berakhir, pemeriksaan sedemikian rupa sehingga meyakinkan bahwa bangunan, perlengkapan, penataan-penataan dan sistim peralatan pencegahan pencemaran dikapal sepenuhnya masih sesuai dengan persyaratan ketentuan yang berlaku, sehingga dapat dikeluarkan kembali.
- Sertifikat
- Setelah dilakukan pemeriksaan pertama dan ternyata perlengkapan pencegahan pencemaran telah dipasang dikapal, serta persyaratan konstruksi lainnya telah sesuai dengan ketentuan, maka Dirjenhubla. Cq Dirkapel akan menerbitkan Sertifikat Pencegahan Pencemaran berupa Sertifikat Pencegahan Pencemaran oleh Minyak (IOPP Certificate) dan atau Sertifikat Pencegahan Pencemaran oleh Bahan Cair Beracun (NLS Certificate).
- Bagi kapal-kapal Indonesia non Konvensi akan diterbitkan Sertifikat Nasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak (SNPP).
- Bagi kapal-kapal asing yang terkena Peraturan Menteri Perhubungan KM. No. 4 tahun 2005 diberikan Surat Keterangan yang menyatakan bahwa kapal telah dilengkapai peralatan pencegahan pemcemaran sesuai ketentuan Nasional Indonesia.
Masa berlakunya sertifikat-sertifikat tersebut adalah paling lama 5 (lima) tahun dan setiap tahun dikukuhkan (endorced).
- Perlindungan Lingkungan Maritim adalah setiap upaya untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan perairan yang bersumber dari kegiatan yan terkait dengan pelayaran.
- Bab XIII
Perlindungan Lingkungan Maritim
Bagian Kesatu
Penyelenggara Perlindungan Lingkungan Maritim
Pasal 226
- Penyelenggaraan perlindungan lingkungan maritime dilakukan oleh Pemerintah.
- Penyelenggaraan perlindungan maritim dilakukan melalui :
- Pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari pengoperasian kapal; dan
- Pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari kegiatan kepelabuhan.
- Perlindungan lingkungan maritim juga dilakukan terhadap :
- Pembuangan limbah diperairan; dan
- Penutuhan kapal.
Bagian Kedua :
Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran dari Pengoperasian Kapal
Pasal 227 :
Setiap Awak Kapal wajib mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran lingkungan yang bersumber dari kapal.
Pasal 228 :
- Kapal denga jenis dan ukuran tertentu yang dioperasikan wajib dilengkapi peralatan dan bahan penanggulangan pencemaran minyak dari kapal yang mendapat pengesahan dari Pemerintah
- Kapal dengan jenis dan ukuran tertentu yang dioperasikan wajib dilengkapi pola penanggulangan pencemaran minyak dari kapal yang mendapat pengesahan dari Pemerintah.
Pasal 229 :
- Setiap kapal dilarang melakukan pembuangan limbah, air ballast, kotoran, sampah serta bahan kimia berbahaya dan beracun keperairan
- Dalam hal jarak pembuangan, volume pembuangan dan kwalitas buangan telah sesuai syarat yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan per-undang-undangan.
- Setiap kapal dilarang mengeluarjan gas buang melebihi amabang batas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 230
- Setiap nahkoda atau pertanggung jawab untuk kegiatan lain diperairan bertanggung jawab menanggulangi pencemaran yang bersumber dari kapal dan atau kegiatannya.
- Setiap nahkoda atau penanggung jawab unit kegiatan lain di perairan wajib segera melaporkan kepada Syahbandar terdekat dan/atau unsur Pemerintah lain yang terdekat megenai terjadinya pencemaran perairan yang disebabkan oleh kapalnya atau yang bersumber dari kegiatannya, apabila melihat adanya pencemaran dari kapal, dan/atau kegiatan lain diperairan.
- Unsur Pemerintah lainnya yang telah menerima informasi, wajib meneruskan laporan mengenai adanya pencemaran perairan kepada Syahbandar terdekat atau kepada instansi berwenang.
- Syahbandar segera meneruskan laporan tersebut kepada instansi yang berwenang untuk penanganan lebih lanjut.
Pasal 231 :
- Pemilik atau operator kapal brtanggung jwab thdp pncemaran yang bersumber dari kapalnya.
- Untuk memenuhi tanggung jwbny, pemilik atau operator kapal wajib mengasuransikan tanggung jwbny.
Pasal 233 :
- Pengangkutan limbah bahan berbahaya dan beracun dengan kapal wajib memperhatikan spesifikasi kapal untuk pengangkutan limbah.
- Spesifikasi kapal dan tata cara pengangkutan limbah bahan berbahaya dan beracun wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri.
- Kapal yang mengangkut limbah bahan berbahaya dan beracun wajib memiliki standar operasional dan prosedur tanggap darurat sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran dari Kegiatan Kepelabuhan.
Pasal 234 :
Pengoperasian pelabuhan wajib memenuhi persyaratan untuk mencegah timbulnya pencemaran yang bersumber dari kegiatan di pelabuhan.
Pasal 235 :
- Setiap pelabuhan wajib memenuhi prsyratan pralatan pnanggulangan pencemaran ssuai dengan besaran dan jenis kegiatan.
- Setiap pelabuhan wajib memenuhi persyaratan bahan pnanggulangan pencemaran sesuai dengan besaran dan jenis kegiatan
- Otoritas Pelabuhan wajib memiliki standar dan prosedur tanggap darurat pnanggulangn pncemaran.
Pasal 236 :
Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, Badan Usaha Pelabuhan, dan pengelola terminal khusus wajib menanggulangu pencemaran yang diakibatkan oleh pengoperasian pelabuhan.
Pasal 237 :
- Untuk menampung limbah yang berasal dari kapal di pelabuhan, Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pengelola Terminal Khusus wajib dan bertanggung jawab menyediakan fasilitas penampung limbah.
- Manajemen pengelolaan limbah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pengangkutan limbah ketempat pengumpulan, pengelolaan, dan pemusnahan akhir dilaksanakan berdasarkan ketentuanyang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab dibidang lingkungan hidup
Bagian Keempat
Pembuangan Limbah di Perairan
Pasal 239 :
- Pembuangan limbah diperairan hanya dapat dilakukan pada lokasi tertentu yang ditetapkan oleh Menteri dan memebuhi persyaratan tertentu.
- Pembuangan limbah dimaksud, wajib dilaporkan kepada institusi yang tugas dan fungsinya dibidang penjagaan laut dan pantai.
Marpol Annex III “Substansi Berbahaya” diidentifikasi sebagai pencemaran laut dan diatur lebih lanjut dalam IMDG Code (International Maritime Dangerous Goods Code).
IMDG Code merupakan salah satu instrumen yang sangat penting dibidang keselamatan maritim yang dibuat oleh IMO pada tahun 1965 dan telah mengalami perubahan-perubahan serta penambahan-penambahan sesuai perkembangan angkutan muatan berbahaya dan jenis-jenisnya.
- Kemasan harus memadai untuk meminimalisir bahaya ke lingkungan laut
- Dibuat dengan baik, tidak bocor karena pengangkutan, perubahan suhu, kelembaban udara atau tekanan
- Tidak akan bereaksi/ terpengaruh oleh isinya
- Memenuhi persyaratan mengenai type dan telah lulus tes
- Harus ada ruangan untuk pemuaian
- Kemasan bagian dalam tidak akan pecah atau bocor atau merembes ke kemasan luar harus dibungkus dengan bantalan
- Kemasan dalam yang berisi zat yang berbeda tidak boleh disatukan dalam satu kemasan luar
- Dimana tekanan dalam kemasan bisa bertambah, kemasan dapat diberi ventilasi asalkan gas ini tidak membahayakan
- Tabung-tabung bekas sebelum digunakan harus diperiksa
- Kemasan kosong bekas digunakan untuk mengangkut barang berbahaya harus diperlakukan sebagai barang berbahaya
Pemberian Kode untuk Macam-macam Kemasan
Kode terdiri dari :
- Sebuah angka Arabic, sesuai type kemasan seperti drum, jerigen;
- Sebuah atau lebih huruf besar (latin) yang menunjukkan bahan dari kemasan seperti baja, kayu, dll;
- Sebuah angka yang menunjukkan kategori dari kemasan yang digunakan
Contoh :
- Marking menunjukkan bahwa kemasan yang digunakan telah sesuai dengan desain dan tipe yang sudah dites.
- Marking dimaksudkan untuk membantu pabrik pembuat atau memperbaiki atau pemakai kemasan, pengangkut dan instansi pemerintah
- Marking tidak selalu memuat data yang rinci mengenai tingkat pengujian, untuk itu kadang-kadang diperlukan sertifikat dari kemasan
Marking menunjukkan :
- Simbol kemasan The United Nations
- Kode dari type kemasan
- Sebuah kode dalam dua bagian
- Sebuah huruf “S”
- Dua digit terakhir tahun pembuatan kemasan
- Negara yang memberi kuasa penempatan mark
- Pembuat kemasan atau tanda pengenal lain
- Contoh : 4 G/Y145/S/83 untuk Fibre board bos NL/ VL823
- Semua kemasan yang berisi barang berbahaya harus diberi label
- Label harus berbentuk diamond dengan ukuran minimal 100 mm x 100 mm, ukuran placard belahan kecuali untuk klas 1.4, 1.5, dan 1.6 bagian atas untuk simbol gambar bagian bawah tempat test dan classs.
- Bila barang berbahaya disiapkan untuk pengapalan maka harus disiapkan dokumentasinya, salah satu persyaratan utama dari dokumen pengapalan barang berbahaya menjelaskan informasi mengenai bahwa dari barang tersebut, dengan informasi dasar yang menjelaskan :
- Nama pengapalan yang betul (Nama teknik)
- Class sesuai IMDG class
- UN Number
Kemasan kosong yang berisi bekas (sisa) dari barang berbahaya harus ditulis “Empety” las contined
- Harus ada sertifikat yang menerangkan bahwa packaging, marking, dan labeling dalam keadaan memenuhi syarat untuk diangkut
- Bila diangkut dal peti kemas harus ada sertifikat yang menyatakan brang-barang berbahaya dalam peti kemastersebut sudah dipadatkan dan dilashing serta semua persyaratan telah dipenuhi.
- Stowage / Pemuatan
Barang berbahaya harus dimuat mengikuti ketentuan sebagai berikut :
- Aman dan selaras dengan sifatnya
- Muatan lawan sifatnya harus dipisahkan
- Bahan peledak harus dimuat ditempat khusus dan tidak bergesakan serta tempat tersebut bebas dari listrik terbuka
- Peranginan harus cukup
- Cairan mudah terbakar atau gas, hindari adanya api terbuka atau ledakan
- Tindakan khusus untuk muatan yang menimbulkan panas atau dapat terbakar sendiri.
Annex IV
Pencegahan Pencemaran dari Kotoran
Sewage Treatment Plant
- Sewage Comminuting and Disinfecting System with Temporary Storage Facility
- Standard Discharge Connection -sdc
- Kapal diijinkan membuang sewage yang telah dihancurkan dan di disinfected yang menggunakan alat yang telah disetujui oleh pemerintah pada jarak 3 mil atau lebih;
- Sewage tanpa dihancurkan dan di disinfected pada jarak 12 mil atau lebih
- Sewage yang berasal dari holding tank atau sewage yang berasal dari ruangan berisi hewan, tidak boleh dibuang secara terus menerus, tetapi harus dibuang secara berlahan (moderate rate) ketika kapal berjalan dengan kecepatan tidak kurang dari 4 knot
- Pembuangan sewage tidak boleh menghasilkan buangan sewage dalam bentuk padat dan mengapung serta menyebabkan perubahan warna pada perairan sekitarnya
Annex V
Pencegahan Pencemaran dari Sampah
- PEMBUANGAN SAMPAH DILUAR AREA KHUSUS
- Pembuangan semua jenis sampah plastik ke Iaut dilarang (termasuk tali sintetis, jala ikan sintetis, kantung plastik sampah, abu pembakaran plastik)
- Pembuangan sampah lainya dengan syarat:
- 25 nm dari daratan terdekat untuk sampah yang dapat mengapung (kayu pengganjal, alas dan bahan packing)
- 12 nm dari daratan terdekat unuk sampah makanan dan sampah lainnya termasuk produk kertas, makanan, kaca, metal, botol, tembikar)
- Pembuangan sampah ke dalam laut untuk no. 2.b di atas diperbolehkan jika sudah melalui alat penghancur atau gerinda dan berjarak 12 nm atau lebih dari daratan terdekat, tapi dilarang bila jarak kurang dari 3 nm.
- Jenis sampah dari sisa makanan yang dapat tenggelam harus dapat melalui saringan dengan lobang berdiafnter tidak lebih dari 25 mm.
- PERSYARATAN KHUSUS PEMBUNGAN SAMPAH
- Pembuangan sampah dari bahan bahan yang ditetapkan oleh Anex ini dilarang dari anjungan tetap atau terapun, yang digunakan dalam pengeboran (eksplorasi), eksploitasi dan yang berkaitan dengan pemrosesan sumber mineral dasar laut di lepas pantai, dan dari semua kopal yang sedang berlayar sepanjang atau dalam jarak 500 m dari anjungan tersebut,
- Pembuangan sampah ke dalam laut diperbolehkan jika sudah melalui alat penghancur atau gerinda dari anjungan tetap atau terapung yang berlokasi 12 mil Mm lebih dari daratan dan semua kapal ketika sandar atau dalam jarak 500 meter dari kedua stasiun tersebut. Jenis sampah dari sisa makanan yang dapat tenggelam harus dapat melalui saringan dengan lobang berdiamater tidak lebih dari 25 mm.
- PLAKAT, POLA PENGELOLAAN SAMPAH DAN BUKU CATATAN SAMPAH
- Setiap kapal yang memiliki panjang 12 m atau lebih harus memasng ppan pngumuman /plakat yg menginformasikan kpda kru dan penumpang tentang ketentuan/persyaratanpembuangan dari regulasi 3 dan 5 Annex ini, untuk diterapkan.
- Plakat harus ditulis dalam bahasa resmi personil kapal dan, untuk kapal-kapal yang sedang berlayar menju ke plabhan atau pngeboran lepas pantai yang berada dibawah hukum negara lain angggota konvensi hrs ditulis pula dalam bhasa inggris, prncis atau spanyol.
Lanjutan :
- Setiap kapal dengan berat kotor 400 ton atau lebih, dan setiap kapal yang dinyatakan membawa 15 penumpang atau lebih, harus memiliki pola pngelolaan sampah.
- Penyusunan pola tersebut harus sesuai dengan pedoman yang dibuat oleh organisasi dan ditulis dalam bahasa resmi awal/kru kapal. Pola tersebut memberikan informasi tertulis tentang :
- Prosedur pengumpulan
- Penyimpanan dan pembuangan sampah
- Penggunaan peralatan dikapal
- Penunjukan/penugasan seseorang yang bertanggung jawab untuk melaksanakan pola tersebut.
- Setiap kapal dengan berat kotor 400 ton atau lebih dan setiap kapal dinyatakan membawa 15 penumpang atau lebih yang sedang berlayar menuju pelabuhan atau pangkalan lepas pantai yang berada dibawah hukum negara lain anggota konvensi dan pangkalan tetap dan terapung yang digunakan untuk eksplorasi dan eksploitasi dasar laut harus dilengkapi dengan buku catatan sampah dapat merupakan bagian dari buku harian resmi kapal atau sebaliknya.
- CONTOH PEMISAHAN JENIS SAMPAH BERDASARKAN WARNA WADAH
PENCEGAHAN PENCEMARAN UDARA
PENCEGAHAN PENCEMARAN UDARA
SERTIFIKASI INTERNASIONAL PENCEGAHAN PENCEMARAN UDARA
DARI KAPAL (IAAP CERTIFICATE)
Sertifikasi bagi :
- Semua jenis kapal dengan gross tonnage lebih besar dari 400 GT, yang digunakan dalam pelayaran dari pelabuhan atau terminal lepas patai (offshore) dibawah wilayah yuridikasi dari negara lain dari peserta konvensi
- Bangunan lepas pantai (Plat form) dan Drilling Rigs yang digunakan dari pelabuhan atau terminal lepas pantai (offshore) dibawah wilayah yuridikasi dari negara lain dari peserta konvensi
- Kapal yang dibangun pada atau setelah tanggal 19 mei 2005 (Kapal Baru) harus diterbitkan Sertifikat Internasioanal Pencegahan Pencemaran oleh Udara dari Kapal (IAAP) Certificate pada saat penyerahan kapal (Ship Delivery).
Lanjutan :
- Kapal yang dibangun pada atau setelah tanggal 1 Januari 2000 dan sebelum 19 Mei 2005 (In Service : New Ship) harus diterbitkan Sertifikasi Internasional Pencegahan Pencemaran Udara dari KApal (IAAP) Certificate.
- Kapal yang dibangun sebelum 1 januari 2000 (kapal lama) harus diterbitkan Sertifikasi Internasional Pencegahan Pencemaran Udara oleh Udara dari Kapal (IAAP) Certificate pada Dry Docking pertama setelah Tanggal 19 Mei 2005 sampai dengan 19 Mei 2008.
BAHAN PERUSAK OZON (OZON DEPLENTING SUBTANCES)
Bahan perusak Ozon yang ada di kapal, namun tidak terbatas yakni”
- Halon 1221, Bromo Chloro Difluoromethane
- Halon 1301, Bromo Trifluoromethane
- Halon 2402, (Halon 114 B2)
- CFC 11, trichloromethane
- CFC 12 di Chloromethane
- CFC 113 tri fluorentane
- CFC 114 tetra fluorentane
- CFC 115 Chloro penta fluorentane
NITROGEN OXIDE (NOx) Emission from diesel engine
Standar Regulasi emisi NOx limit untuk Main Engine dan Auxiliary Engine dengan power out put diatas 130 Kw (untuk kapal yang dibangun sebelum 1 Januari 2000 s.d sebelum 1 Januari 2011)
17 g/kWh untuk Rpm < 130
45 X n-0,2 untuk Rpm 130 s/d 1999
9,8 g/kW h untuk Rpm > 2000
Sedangkan untuk main engine dan auxiliary engine yang dipasang pada kapal yang dibangun pada dan setelah 1 Januari 2011
14,4 g/kWh untuk Rpm < 130
44 X n-0,2 untuk Rpm 130 s/d 1999
7,7 g/kWh untuk Rpm > 2000
NOx emission ini boleh tidak diberlakukan bagi kapal yang dibangun sebelum tanggal pemberlakuan yaitu 10 Mei 2005.
Sulphur Oxides (Sox)
Emission Control
- Bahan Bakar dengan kandungan Sulfur tidak lebih dari 1,5% m/m untuk daerah SECA (Sox Emission Control Area), yaitu di daerah Baltic Sean dan North Sea
- Sedangkan kandungan sulfur bahan bakar yang digunakan tidak boleh lebih dari 3,5% m/m pada atau setelah 1 Januari 2012
- Exhause Gas Cleaning System (EGCS – Sox) untuk mengurangi emisi Sulphur Oxides di bawah 6.0 Sox/ kW h
Volatile Organic Compound
Diberlakukan untuk Ruang muat dari Oil Tanker
Incinerator
- Bila dipasang sebelum 1 Januari 2000, tidak diharuskan Sertifikasi
- Setiap Incenerator harus Type Approved dari Administration
Catatan :
Apabila dilengkap, Incenarator tidak boleh digunakan untuk pembakaran ;
- Residu dari Marine Pollution by Oil
- Garbage (Marpol Annex IV)
- Product Minyak yang mengandung halogen compound
Fuel Oil Quality
Ketentuan yang diberlakukan antara lain :
Bahan bakar* tidak boleh mengandung Sulfur sesuai ketentuan di atas
Bahan baka* tidak boleh menyebabkan mesin diesel kapal melebihi emisi NOx yang ditentukan
Catatan : * Aturan ini diberlakukan untuk bahan bakar Batubara dan Nuklir
Fasilitas Penampungan di Pelabuhan
Port Reception Facilities
(Draf Permenhub tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim)
- Kapasitas minimum fasilitas penampungan di pelabuhan harus disesuaikan dengan jumlah kedatangan kapal di pelabuhan.
- Lokasi fasilitas penampungan harus berada di dalam Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKP) atau Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKR)
- Setiap pelabuhan harus mempunyai pedoman manajemen penanganan limbah yang disahkan oleh Direktur Jenderal
- Kegiatan penanganan limbah harus dilaporkan setiap tahun kepada Otoritas Pelabuhan atau Unit Penyelenggara Pelabuhan.
PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM
PENGERTIAN/ DEFINISI
Perlindungan Lingkungan Maritim
adalah setiap upaya untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan perairan yang bersumber dari kegiatan yang terkait dengan pelayaran
Pencegahan Pencemaran dari Kapal
Adalah upaya yang harus dilakukan Nahkoda dan/atau awak kapal sedini mungkin untuk menghindari atau mengurangi pencemaran tumpahan minyak, bahan cair beracun, muatan berbahaya dalam kemasan, limbah kotoran (sewage), sampah (garbage), dan gas buang dari kapal ke perairan dan udara.
Penanggulangan Pencemaran dari Pengoperasian Kapal
Adalah segala tindakan yang dilakukan secara cepat, tepat, dan terpadu serta terkoordinasi untuk mengendalikan, mengurangi dan membersihkan tumpahan minyak atau bahan cair beracun dari kapal ke perairan untuk meminimalisasi kerugian masyarakat dan kerusakan lingkungan laut.
Penanggulangan Pencemaran dari Kegiatan Kepelabuhan
Adalah segala tindakan yang dilakukan secara cepat, tepat, dan terpadu serta terkoordinasi untuk mengendalikan, mengurangi dan membersihkan tumpahan minyak atau bahan cair beracun dari pelabuhan ke perairan untuk meminimalisasi kerugian masyarakat dan kerusakan lingkungan laut.
Pengendalian Anti Teritip (Anti-Fouling Systems)
Adalah sejenis lapisan pelindung, cat, lapisan perawatan permukaan atau peralatan yang digunakan di atas kapal untuk mengendalikan atau mencegah menempelnya organism yang tidak diinginkan.
Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran
dari Pengoperasian Kapal
Tanggung Jawab
Pemilik atau Operator Kapal
- Pemilik atau operator kapal yang mengangkut muatan minyak wajib bertanggung jawab untuk mengganti kerugian puhak ketiga yang disebabkan oleh pencemaran minyak yang berasal dari kapalnya.
- Pemilik atau operator kapal yang mengangkut muatan minyak secara curah lebih atau sama dengan 2000 ton, wajib mengasuransikan tanggung jawabnya untuk mengganti kerugian pihak ketiga yang disebabkan oleh pencemaran minyak yang berasal dari kapalnya.
- Pemilik atau operator kapal dengan ukuran lebih atau sama dengan GT1000 wajib mengasuransikan tanggung jawabnya untuk mengganti kerugian pihak ketiga yang disebabkan oleh pencemaran minyak yang berasal dari kegiatan pengisian bahan bakar (bunker) kapalnya.
Persyaratan Pembuangan Limbah
Konvensi Internasional yang Mengatur Pencegahan Pencemaran dari Kapal
dalam Rangka Perlindungan Lingkungan
Latar Belakang MARPOL
Sebuah perjanjian Internasional untuk pencegahan pencemaran dari kapal (MARPOL ‘73/78) diadopsi pada tahun 1973, yang kemudian dimodifikasi dengan Protocol I dan II pada tahun 1978, MARPOL ‘73/78 efektif dilaksanakan oleh negara-negara penanda tangan pada tahun 1978.
Konvensi Internasional Tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal
(MARPOL ‘73/78)
Pemberlakuan & Penerapan AFS Pemberlakuan Internasional :
17September 2008
- Penerapan untuk semua kapal ≥ 400 GT
- Sertifikat AFS juga diberikan untuk kapal < 400 GT dengan panjang ≥ 24m yang dilengkapi dengan deklarasi AFS
Indonesia dalam proses ratifikasi Konvensi AFS, saat ini masih dilakukan pembahasan antar kementrian
Kepedulian Lingkungan
Sanoesi Setrodjijo
10/14/2013 SanSet
- Nasional
- Undang-undang No. 23 tahun 1997, tentang “Pengelolaan Lingkungan Hidup”
- Undang-undang No. 17 tahun 1985, tentang “Pengesahan Konvensi PBB tentang ‘Hukum Laut’ ” tanggal 31 Desember 1985
- Undang-undang No. 21 tahun 1992, tentang “Pelayaran” yang telah diganti dengan Undang-undang No. 17 tahun 2008
- Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2002 tentang “Perkapalan”
- Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2010 tentang “Perlindungan Maritim”
- Keppres. RI No. 46 tahun 1986, tentang Pengesahan International Convention of Pollution from ship 1973 beserta protocol 1978
- Keppres RI No. 65 tahun 1980, tentang Pengesahan International Convention for Safety Of Life At Sea (SOLAS 1974)
- Keppres. RI No. 52 tahun 1999, tentang Pengesahan International Conventaion on Civil Libability for Oil Pollution Damage 1992 (CLC’92)
- Kepmenhub No. KM.167/HM.207/Phb-86, tentang Sertifikat Internasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak dan Sertifikat Internasional Pencegahan Pencemaran oleh Bahan Cair Beracun
- Kepmenhub. No. KM. 215/AL-506/Phb-87, tanggal 19 September 1987, tentang Pengadaan Fasilitas Penampungan Limbah dari Kapal.
- Permenhub No. KM. 4 tahun 2005, tanggal 20 Januari 2005, tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal.
- Kep. Dirjenhubla. No. PY. 69/1/1-86, tentang Pelaksanaan Kepmenhub No. KM. 167/HM.207/Phb-86.
- Juklak. Dirjenhubla. (No. PY.69/1/1-86) No. UM.481/2/14/DII-86, tentang Juknis Pelaksanaan Kep. Dirjenhubla No. PY. 69/1/11-86
- Juklak. Dirjenhubla. No. PY. 67/1/6-1996 tanggal 12 Juli 1996, tentang Pemberlakuan Manajemen Keselamatan Kapal/ International Safety Management Code (ISM Code) bagi kapal-kapal berbendera Indonesia.
- Kep. Dirjenhubla No. PY. 67/1/6-1996 tanggal 12 Juli 1996, tentang Pemberian Wewenang kepada BKI untuk melaksanakan verifikasi manajemen keselamatan kapal pada kapal-kapal berbendera Indonesia.
- Kep. Dirjenhubla No. PY. 65/1/19-98 tangga 30 Maret 1998, tentang Juknis Pelaksanaan Verifikasi dan Sertifikasi Sistim Manajemen Keselamatan Perusahaan dan Kapal berbendera Indonesia
- Kep. Dirjenhubla No. Py.67/1/19-98 tanggal 23 Desember 1998, tentang Juklak Verifikasi Sistim Manajemen Keselamatan Perusahaan dan Kapal bebendera Indonesia oleh Auditor Dirjenhubla.
- Kep. Dirjenhubla No. PY.66/1/4-03 tanggal 18 Desember 2003, tentang Tata Cara Trhadap Plaksanaan Pnyelengaran Klaiklautan Kapal
KETENTUAN NASIONAL
- Undang-undang No. 17 tahun 2007 tentang Pelyaran
- PP. No. 21 tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim
- PP. No. 51 tahun 2002 tentang Perkapalan
- PP. No. 7 tahun 2000 tentang Kepelautan
- Kepmenhub. No. 18 tahun 1997 tentang Pendidikan Ujian Negara dan Sertifikasi Kepelautan
- Permenhub. No. 60 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja DEPHUB
- Kepmenhub. No. 70 tahun 1998 tentang Pengawakan Kapal Niaga
- Permenhub. No. 3 tahun 2005 tentang Lambung Timbul
- Permenhub. No. 6 tahun 2005 tentang Pengukuran Kapal
- Permenhub. No. 4 tahun 2005 tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal
- Permenhub. No. 66 tahun 2005 tentang Ketentuan Pengoperasian Kapal Tangki Minyak Lambung Tunggal
- SK. Dirjenhubla. No. PY.66/4/1/03 tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Kelaiklautan Kapal
- SK. Dirjenhubla. No. PY. 67/1/6-96 tanggal 12 Juli 1996 dan
- SK. Dirjenhubla. No. PY. 65/1/1-98 tanggal 30 Maret 1998.
- Internasional
- SOLAS 1974 Protocol 1988 dan Amandemennya
- STCW 1978 dan Amandemennya
- Konvensi ILO (ILO C. 185 tentang SID, MLC 2006)
- Konvensi TMS 1969
- Konvensi LOAD LINE 1966
- MARPOL 1973/78
- COLREG 1972
- CLC 1696 Protocol 1992
- AFS Convention
- BWM Convention
- Ship Recycling
- PSPC
- HNS Convention
- The International On Civil Liabity For Bunker Oil Pollution Damage, 2011
*) 9 s/d 14 belum diratifikasi Pemerintah Indonesia
- Umum
Konvensi MARPOL ‘73/78 telah diberlakukan secara Internasional sejak tanggal 2 Oktober 1983. Dalam upaya mencegah terjadinya pemcemaran, kapal-kapal sesuai dengan jenis, ukuran dan umumnya harus dilengkapi dengan peralatan pencegahan pencemaran.
Di Indonesia telah diberlakukan ketentuan Annex I dan Annex II MARPOL ‘73/78 terhadap kapal-kapal berbendera Indonesia maupun berbendera asing yang memasuki perairan Indonesia.
Setelah pemerintah meratifikasi konvensi MARPOL terhadap kapal berbendera Indonesia dengan ukuran dan jenis tertentu yang berlayar keluar negeri terhitung sejak tanggal 27 Oktober 1986, sudah harus dilengkapi dengan IOPP Certificate dan atau NLS Certificate.
- Dan bagi kapal-kapal berbendara Indonesia denagn ukuran dan jenis tertentu yan melakukan pelayaran dalam negeri terhitung sejak tanggal 27 Oktober 1987 harus memiliki Sertifikat IOPP dan atau sertifikat NLS. Bagi kapal-kapal berbendera asing dengan ukuran dan jenis tertentu pula yang memasuki atau berada di pelabuhan atau terminal lepas pantai Indonesia, terhitung sejak tggal 21 Jan 1987 hrs memiliki Srtifikat IOPP dan NLS.
- Bukan hanya penagturan Internasional tetapi juga perlu pengaturan terhadap kapal-kapal non konvensi (kapal ukuran kecil) yang berlayar di dalam negeri maupun di luar negeri
- Penerapan Konvensi MARPOL ’73/78
- Annex I dari Konvensi tersebut adalah tentang Peraturan Pencegaha Pencemaran oleh minyak dari Kapal.
- Peraturan ini diterapkan bagi semua kapal menurut jenis dan ukurannya, yaitu :
- Untuk kapal selain kapal tangki minyak, berukuran 400 GT atau lebih
- Untuk kapal tangki minyak, berukuran 150 GT atau lebih
- Annex II adalah tentang Peraturan Pencegahan Pencemaran oleh Bahan Cair Beracun dalam bentuk curah dari kapal.Peraturan ini diterapkan bagi kapal tangki pengangkut bahan cair beracun bagi semua kapal tanpa memandang ukuran.
- Permenhub. KM. No. 4 tahun 2005
Keputusan ini diterapkan bagi kapal-kapal berbendera Indonesia menurut jenis dan ukuran :
- Untuk kapal selain kapal tangki minyak yang berukuran 100 s/d 399 GT
- Untuk kapal tangki minyak yang berukuran 100 s/d 149 GT
- Untuk kapal-kapal yang menggunakan mesin penggerak utama 200 PK atau lebih.
Bagi kapal asing yang beroperasi diperairan Indonesia secara tetap, walaupun dibebaskan oleh negera benderanya, wajib mentaati KM. No. 4 tahun 2005 tentang Pencegahan Pencemaran oleh minyak dari Kapal.
- Undang-undang No. 21 tahun 1992
Bab VIII tentang Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran oleh minyak dari Kapal, mencakup :
- Larangan dan sangsi terhadap pembuangan limbah atau bahan lain, apabila tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
- Mewajibkan setiap kapal dengan ukuran dan jenis tertentu untuk dilengkapi dengan peralatan pencegahan pencemaran sebagai bagian dr prsyaratan klaiklautn kapal.
- Mewajibkan nahkoda atau pimpinan kapal dan atau ABK untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan yang bersumber dari kapalnya.
- Mewajibkan nahkoda atau pemimpin kapal untuk menanggulangi pencemaran yang bersumber dari kapalnya dan segera melapor kepada pejabat pemerintah atau instansi yang berwenang.
- Mewajibkan pemillik atau operator kapal untuk bertanggung jawab terhadap pencemaran yang bersumber dari kapalnya.
- Mewajibkan pemilik atau operator kapal untuk mengasuransikan tanggung jawabnya.
- Pemeriksaan dan Sertifikasi
- Rncana Pemasangan Prlengkapan
- Kapal-kapal berbendera Indonesia harus dilengkapi dengan perlengkapan pencegahan pencemaran dari jenis yang disyahkan Ditjenhubla. Dengan memberikan tanda label pada peralatan tersebut.
- Sebelum suatu perlengkapan pencegahan pencemaran dipasang dikapal, gambar-gambar rencana pemasangan harus diajukan kepada Ditjenhubla melalui Ditkapel untuk mendapatkan persetujuan.
- Pemeriksaan
Dalam rangka penanganan dan pengawasan pencegahan pencemaran dari kapal secara terus menerus maupun dala rangka pemberian sertifikat kapal, maka terhadap kapal dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan :
- Pemeriksaan Pertama
Adalah survey sebelum kapal dioperasikan atau sertifikat yang diprsyaratkan belum dikluarkan, yang mencakup pemeriksaan lngkap atas buangn, prlngkapan, pentaan, dan sistim peralatan pencegahan mncakup pncemarn dikapal sepenuhnya sesuai dgan persyaratan ketentuan yg brlaku. Survey pertama dilaksanakan olh pemeriksa yg brkualifiksi Marine Inspector dari Ditjenhubla.
- Pemeriksaan Berkala
Adalah survey dengan selang waktu setiap ulang tahun sertifikat yang telah diberikan, yang sedemikian rupa hingga meyakinkan bahwa bangunan, perlengkapan, penataan, dan sistim peralatan pencegahan pencemaran dikapal sepenuhnya masih sesuai dengan persyaratan ketentuan yang berlaku.
- Pemeriksaan Pembaharuan
Adlah survey setelah masa berlaku sertifikat telah berakhir, pemeriksaan sedemikian rupa sehingga meyakinkan bahwa bangunan, perlengkapan, penataan-penataan dan sistim peralatan pencegahan pencemaran dikapal sepenuhnya masih sesuai dengan persyaratan ketentuan yang berlaku, sehingga dapat dikeluarkan kembali.
- Sertifikat
- Setelah dilakukan pemeriksaan pertama dan ternyata perlengkapan pencegahan pencemaran telah dipasang dikapal, serta persyaratan konstruksi lainnya telah sesuai dengan ketentuan, maka Dirjenhubla. Cq Dirkapel akan menerbitkan Sertifikat Pencegahan Pencemaran berupa Sertifikat Pencegahan Pencemaran oleh Minyak (IOPP Certificate) dan atau Sertifikat Pencegahan Pencemaran oleh Bahan Cair Beracun (NLS Certificate).
- Bagi kapal-kapal Indonesia non Konvensi akan diterbitkan Sertifikat Nasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak (SNPP).
- Bagi kapal-kapal asing yang terkena Peraturan Menteri Perhubungan KM. No. 4 tahun 2005 diberikan Surat Keterangan yang menyatakan bahwa kapal telah dilengkapai peralatan pencegahan pemcemaran sesuai ketentuan Nasional Indonesia.
Masa berlakunya sertifikat-sertifikat tersebut adalah paling lama 5 (lima) tahun dan setiap tahun dikukuhkan (endorced).
- Perlindungan Lingkungan Maritim adalah setiap upaya untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan perairan yang bersumber dari kegiatan yan terkait dengan pelayaran.
- Bab XIII
Perlindungan Lingkungan Maritim
Bagian Kesatu
Penyelenggara Perlindungan Lingkungan Maritim
Pasal 226
- Penyelenggaraan perlindungan lingkungan maritime dilakukan oleh Pemerintah.
- Penyelenggaraan perlindungan maritim dilakukan melalui :
- Pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari pengoperasian kapal; dan
- Pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari kegiatan kepelabuhan.
- Perlindungan lingkungan maritim juga dilakukan terhadap :
- Pembuangan limbah diperairan; dan
- Penutuhan kapal.
Bagian Kedua :
Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran dari Pengoperasian Kapal
Pasal 227 :
Setiap Awak Kapal wajib mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran lingkungan yang bersumber dari kapal.
Pasal 228 :
- Kapal denga jenis dan ukuran tertentu yang dioperasikan wajib dilengkapi peralatan dan bahan penanggulangan pencemaran minyak dari kapal yang mendapat pengesahan dari Pemerintah
- Kapal dengan jenis dan ukuran tertentu yang dioperasikan wajib dilengkapi pola penanggulangan pencemaran minyak dari kapal yang mendapat pengesahan dari Pemerintah.
Pasal 229 :
- Setiap kapal dilarang melakukan pembuangan limbah, air ballast, kotoran, sampah serta bahan kimia berbahaya dan beracun keperairan
- Dalam hal jarak pembuangan, volume pembuangan dan kwalitas buangan telah sesuai syarat yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan per-undang-undangan.
- Setiap kapal dilarang mengeluarjan gas buang melebihi amabang batas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 230
- Setiap nahkoda atau pertanggung jawab untuk kegiatan lain diperairan bertanggung jawab menanggulangi pencemaran yang bersumber dari kapal dan atau kegiatannya.
- Setiap nahkoda atau penanggung jawab unit kegiatan lain di perairan wajib segera melaporkan kepada Syahbandar terdekat dan/atau unsur Pemerintah lain yang terdekat megenai terjadinya pencemaran perairan yang disebabkan oleh kapalnya atau yang bersumber dari kegiatannya, apabila melihat adanya pencemaran dari kapal, dan/atau kegiatan lain diperairan.
- Unsur Pemerintah lainnya yang telah menerima informasi, wajib meneruskan laporan mengenai adanya pencemaran perairan kepada Syahbandar terdekat atau kepada instansi berwenang.
- Syahbandar segera meneruskan laporan tersebut kepada instansi yang berwenang untuk penanganan lebih lanjut.
Pasal 231 :
- Pemilik atau operator kapal brtanggung jwab thdp pncemaran yang bersumber dari kapalnya.
- Untuk memenuhi tanggung jwbny, pemilik atau operator kapal wajib mengasuransikan tanggung jwbny.
Pasal 233 :
- Pengangkutan limbah bahan berbahaya dan beracun dengan kapal wajib memperhatikan spesifikasi kapal untuk pengangkutan limbah.
- Spesifikasi kapal dan tata cara pengangkutan limbah bahan berbahaya dan beracun wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri.
- Kapal yang mengangkut limbah bahan berbahaya dan beracun wajib memiliki standar operasional dan prosedur tanggap darurat sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran dari Kegiatan Kepelabuhan.
Pasal 234 :
Pengoperasian pelabuhan wajib memenuhi persyaratan untuk mencegah timbulnya pencemaran yang bersumber dari kegiatan di pelabuhan.
Pasal 235 :
- Setiap pelabuhan wajib memenuhi prsyratan pralatan pnanggulangan pencemaran ssuai dengan besaran dan jenis kegiatan.
- Setiap pelabuhan wajib memenuhi persyaratan bahan pnanggulangan pencemaran sesuai dengan besaran dan jenis kegiatan
- Otoritas Pelabuhan wajib memiliki standar dan prosedur tanggap darurat pnanggulangn pncemaran.
Pasal 236 :
Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, Badan Usaha Pelabuhan, dan pengelola terminal khusus wajib menanggulangu pencemaran yang diakibatkan oleh pengoperasian pelabuhan.
Pasal 237 :
- Untuk menampung limbah yang berasal dari kapal di pelabuhan, Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pengelola Terminal Khusus wajib dan bertanggung jawab menyediakan fasilitas penampung limbah.
- Manajemen pengelolaan limbah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pengangkutan limbah ketempat pengumpulan, pengelolaan, dan pemusnahan akhir dilaksanakan berdasarkan ketentuanyang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab dibidang lingkungan hidup
Bagian Keempat
Pembuangan Limbah di Perairan
Pasal 239 :
- Pembuangan limbah diperairan hanya dapat dilakukan pada lokasi tertentu yang ditetapkan oleh Menteri dan memebuhi persyaratan tertentu.
- Pembuangan limbah dimaksud, wajib dilaporkan kepada institusi yang tugas dan fungsinya dibidang penjagaan laut dan pantai.
Marpol Annex III “Substansi Berbahaya” diidentifikasi sebagai pencemaran laut dan diatur lebih lanjut dalam IMDG Code (International Maritime Dangerous Goods Code).
IMDG Code merupakan salah satu instrumen yang sangat penting dibidang keselamatan maritim yang dibuat oleh IMO pada tahun 1965 dan telah mengalami perubahan-perubahan serta penambahan-penambahan sesuai perkembangan angkutan muatan berbahaya dan jenis-jenisnya.
- Kemasan harus memadai untuk meminimalisir bahaya ke lingkungan laut
- Dibuat dengan baik, tidak bocor karena pengangkutan, perubahan suhu, kelembaban udara atau tekanan
- Tidak akan bereaksi/ terpengaruh oleh isinya
- Memenuhi persyaratan mengenai type dan telah lulus tes
- Harus ada ruangan untuk pemuaian
- Kemasan bagian dalam tidak akan pecah atau bocor atau merembes ke kemasan luar harus dibungkus dengan bantalan
- Kemasan dalam yang berisi zat yang berbeda tidak boleh disatukan dalam satu kemasan luar
- Dimana tekanan dalam kemasan bisa bertambah, kemasan dapat diberi ventilasi asalkan gas ini tidak membahayakan
- Tabung-tabung bekas sebelum digunakan harus diperiksa
- Kemasan kosong bekas digunakan untuk mengangkut barang berbahaya harus diperlakukan sebagai barang berbahaya
Pemberian Kode untuk Macam-macam Kemasan
Kode terdiri dari :
- Sebuah angka Arabic, sesuai type kemasan seperti drum, jerigen;
- Sebuah atau lebih huruf besar (latin) yang menunjukkan bahan dari kemasan seperti baja, kayu, dll;
- Sebuah angka yang menunjukkan kategori dari kemasan yang digunakan
Contoh :
- Marking menunjukkan bahwa kemasan yang digunakan telah sesuai dengan desain dan tipe yang sudah dites.
- Marking dimaksudkan untuk membantu pabrik pembuat atau memperbaiki atau pemakai kemasan, pengangkut dan instansi pemerintah
- Marking tidak selalu memuat data yang rinci mengenai tingkat pengujian, untuk itu kadang-kadang diperlukan sertifikat dari kemasan
Marking menunjukkan :
- Simbol kemasan The United Nations
- Kode dari type kemasan
- Sebuah kode dalam dua bagian
- Sebuah huruf “S”
- Dua digit terakhir tahun pembuatan kemasan
- Negara yang memberi kuasa penempatan mark
- Pembuat kemasan atau tanda pengenal lain
- Contoh : 4 G/Y145/S/83 untuk Fibre board bos NL/ VL823
- Semua kemasan yang berisi barang berbahaya harus diberi label
- Label harus berbentuk diamond dengan ukuran minimal 100 mm x 100 mm, ukuran placard belahan kecuali untuk klas 1.4, 1.5, dan 1.6 bagian atas untuk simbol gambar bagian bawah tempat test dan classs.
- Bila barang berbahaya disiapkan untuk pengapalan maka harus disiapkan dokumentasinya, salah satu persyaratan utama dari dokumen pengapalan barang berbahaya menjelaskan informasi mengenai bahwa dari barang tersebut, dengan informasi dasar yang menjelaskan :
- Nama pengapalan yang betul (Nama teknik)
- Class sesuai IMDG class
- UN Number
Kemasan kosong yang berisi bekas (sisa) dari barang berbahaya harus ditulis “Empety” las contined
- Harus ada sertifikat yang menerangkan bahwa packaging, marking, dan labeling dalam keadaan memenuhi syarat untuk diangkut
- Bila diangkut dal peti kemas harus ada sertifikat yang menyatakan brang-barang berbahaya dalam peti kemastersebut sudah dipadatkan dan dilashing serta semua persyaratan telah dipenuhi.
- Stowage / Pemuatan
Barang berbahaya harus dimuat mengikuti ketentuan sebagai berikut :
- Aman dan selaras dengan sifatnya
- Muatan lawan sifatnya harus dipisahkan
- Bahan peledak harus dimuat ditempat khusus dan tidak bergesakan serta tempat tersebut bebas dari listrik terbuka
- Peranginan harus cukup
- Cairan mudah terbakar atau gas, hindari adanya api terbuka atau ledakan
- Tindakan khusus untuk muatan yang menimbulkan panas atau dapat terbakar sendiri.
Annex IV
Pencegahan Pencemaran dari Kotoran
Sewage Treatment Plant
- Sewage Comminuting and Disinfecting System with Temporary Storage Facility
- Standard Discharge Connection -sdc
- Kapal diijinkan membuang sewage yang telah dihancurkan dan di disinfected yang menggunakan alat yang telah disetujui oleh pemerintah pada jarak 3 mil atau lebih;
- Sewage tanpa dihancurkan dan di disinfected pada jarak 12 mil atau lebih
- Sewage yang berasal dari holding tank atau sewage yang berasal dari ruangan berisi hewan, tidak boleh dibuang secara terus menerus, tetapi harus dibuang secara berlahan (moderate rate) ketika kapal berjalan dengan kecepatan tidak kurang dari 4 knot
- Pembuangan sewage tidak boleh menghasilkan buangan sewage dalam bentuk padat dan mengapung serta menyebabkan perubahan warna pada perairan sekitarnya
Annex V
Pencegahan Pencemaran dari Sampah
- PEMBUANGAN SAMPAH DILUAR AREA KHUSUS
- Pembuangan semua jenis sampah plastik ke Iaut dilarang (termasuk tali sintetis, jala ikan sintetis, kantung plastik sampah, abu pembakaran plastik)
- Pembuangan sampah lainya dengan syarat:
- 25 nm dari daratan terdekat untuk sampah yang dapat mengapung (kayu pengganjal, alas dan bahan packing)
- 12 nm dari daratan terdekat unuk sampah makanan dan sampah lainnya termasuk produk kertas, makanan, kaca, metal, botol, tembikar)
- Pembuangan sampah ke dalam laut untuk no. 2.b di atas diperbolehkan jika sudah melalui alat penghancur atau gerinda dan berjarak 12 nm atau lebih dari daratan terdekat, tapi dilarang bila jarak kurang dari 3 nm.
- Jenis sampah dari sisa makanan yang dapat tenggelam harus dapat melalui saringan dengan lobang berdiafnter tidak lebih dari 25 mm.
- PERSYARATAN KHUSUS PEMBUNGAN SAMPAH
- Pembuangan sampah dari bahan bahan yang ditetapkan oleh Anex ini dilarang dari anjungan tetap atau terapun, yang digunakan dalam pengeboran (eksplorasi), eksploitasi dan yang berkaitan dengan pemrosesan sumber mineral dasar laut di lepas pantai, dan dari semua kopal yang sedang berlayar sepanjang atau dalam jarak 500 m dari anjungan tersebut,
- Pembuangan sampah ke dalam laut diperbolehkan jika sudah melalui alat penghancur atau gerinda dari anjungan tetap atau terapung yang berlokasi 12 mil Mm lebih dari daratan dan semua kapal ketika sandar atau dalam jarak 500 meter dari kedua stasiun tersebut. Jenis sampah dari sisa makanan yang dapat tenggelam harus dapat melalui saringan dengan lobang berdiamater tidak lebih dari 25 mm.
- PLAKAT, POLA PENGELOLAAN SAMPAH DAN BUKU CATATAN SAMPAH
- Setiap kapal yang memiliki panjang 12 m atau lebih harus memasng ppan pngumuman /plakat yg menginformasikan kpda kru dan penumpang tentang ketentuan/persyaratanpembuangan dari regulasi 3 dan 5 Annex ini, untuk diterapkan.
- Plakat harus ditulis dalam bahasa resmi personil kapal dan, untuk kapal-kapal yang sedang berlayar menju ke plabhan atau pngeboran lepas pantai yang berada dibawah hukum negara lain angggota konvensi hrs ditulis pula dalam bhasa inggris, prncis atau spanyol.
Lanjutan :
- Setiap kapal dengan berat kotor 400 ton atau lebih, dan setiap kapal yang dinyatakan membawa 15 penumpang atau lebih, harus memiliki pola pngelolaan sampah.
- Penyusunan pola tersebut harus sesuai dengan pedoman yang dibuat oleh organisasi dan ditulis dalam bahasa resmi awal/kru kapal. Pola tersebut memberikan informasi tertulis tentang :
- Prosedur pengumpulan
- Penyimpanan dan pembuangan sampah
- Penggunaan peralatan dikapal
- Penunjukan/penugasan seseorang yang bertanggung jawab untuk melaksanakan pola tersebut.
- Setiap kapal dengan berat kotor 400 ton atau lebih dan setiap kapal dinyatakan membawa 15 penumpang atau lebih yang sedang berlayar menuju pelabuhan atau pangkalan lepas pantai yang berada dibawah hukum negara lain anggota konvensi dan pangkalan tetap dan terapung yang digunakan untuk eksplorasi dan eksploitasi dasar laut harus dilengkapi dengan buku catatan sampah dapat merupakan bagian dari buku harian resmi kapal atau sebaliknya.
- CONTOH PEMISAHAN JENIS SAMPAH BERDASARKAN WARNA WADAH
PENCEGAHAN PENCEMARAN UDARA
PENCEGAHAN PENCEMARAN UDARA
SERTIFIKASI INTERNASIONAL PENCEGAHAN PENCEMARAN UDARA
DARI KAPAL (IAAP CERTIFICATE)
Sertifikasi bagi :
- Semua jenis kapal dengan gross tonnage lebih besar dari 400 GT, yang digunakan dalam pelayaran dari pelabuhan atau terminal lepas patai (offshore) dibawah wilayah yuridikasi dari negara lain dari peserta konvensi
- Bangunan lepas pantai (Plat form) dan Drilling Rigs yang digunakan dari pelabuhan atau terminal lepas pantai (offshore) dibawah wilayah yuridikasi dari negara lain dari peserta konvensi
- Kapal yang dibangun pada atau setelah tanggal 19 mei 2005 (Kapal Baru) harus diterbitkan Sertifikat Internasioanal Pencegahan Pencemaran oleh Udara dari Kapal (IAAP) Certificate pada saat penyerahan kapal (Ship Delivery).
Lanjutan :
- Kapal yang dibangun pada atau setelah tanggal 1 Januari 2000 dan sebelum 19 Mei 2005 (In Service : New Ship) harus diterbitkan Sertifikasi Internasional Pencegahan Pencemaran Udara dari KApal (IAAP) Certificate.
- Kapal yang dibangun sebelum 1 januari 2000 (kapal lama) harus diterbitkan Sertifikasi Internasional Pencegahan Pencemaran Udara oleh Udara dari Kapal (IAAP) Certificate pada Dry Docking pertama setelah Tanggal 19 Mei 2005 sampai dengan 19 Mei 2008.
BAHAN PERUSAK OZON (OZON DEPLENTING SUBTANCES)
Bahan perusak Ozon yang ada di kapal, namun tidak terbatas yakni”
- Halon 1221, Bromo Chloro Difluoromethane
- Halon 1301, Bromo Trifluoromethane
- Halon 2402, (Halon 114 B2)
- CFC 11, trichloromethane
- CFC 12 di Chloromethane
- CFC 113 tri fluorentane
- CFC 114 tetra fluorentane
- CFC 115 Chloro penta fluorentane
NITROGEN OXIDE (NOx) Emission from diesel engine
Standar Regulasi emisi NOx limit untuk Main Engine dan Auxiliary Engine dengan power out put diatas 130 Kw (untuk kapal yang dibangun sebelum 1 Januari 2000 s.d sebelum 1 Januari 2011)
17 g/kWh untuk Rpm < 130
45 X n-0,2 untuk Rpm 130 s/d 1999
9,8 g/kW h untuk Rpm > 2000
Sedangkan untuk main engine dan auxiliary engine yang dipasang pada kapal yang dibangun pada dan setelah 1 Januari 2011
14,4 g/kWh untuk Rpm < 130
44 X n-0,2 untuk Rpm 130 s/d 1999
7,7 g/kWh untuk Rpm > 2000
NOx emission ini boleh tidak diberlakukan bagi kapal yang dibangun sebelum tanggal pemberlakuan yaitu 10 Mei 2005.
Sulphur Oxides (Sox)
Emission Control
- Bahan Bakar dengan kandungan Sulfur tidak lebih dari 1,5% m/m untuk daerah SECA (Sox Emission Control Area), yaitu di daerah Baltic Sean dan North Sea
- Sedangkan kandungan sulfur bahan bakar yang digunakan tidak boleh lebih dari 3,5% m/m pada atau setelah 1 Januari 2012
- Exhause Gas Cleaning System (EGCS – Sox) untuk mengurangi emisi Sulphur Oxides di bawah 6.0 Sox/ kW h
Volatile Organic Compound
Diberlakukan untuk Ruang muat dari Oil Tanker
Incinerator
- Bila dipasang sebelum 1 Januari 2000, tidak diharuskan Sertifikasi
- Setiap Incenerator harus Type Approved dari Administration
Catatan :
Apabila dilengkap, Incenarator tidak boleh digunakan untuk pembakaran ;
- Residu dari Marine Pollution by Oil
- Garbage (Marpol Annex IV)
- Product Minyak yang mengandung halogen compound
Fuel Oil Quality
Ketentuan yang diberlakukan antara lain :
Bahan bakar* tidak boleh mengandung Sulfur sesuai ketentuan di atas
Bahan baka* tidak boleh menyebabkan mesin diesel kapal melebihi emisi NOx yang ditentukan
Catatan : * Aturan ini diberlakukan untuk bahan bakar Batubara dan Nuklir
Fasilitas Penampungan di Pelabuhan
Port Reception Facilities
(Draf Permenhub tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim)
- Kapasitas minimum fasilitas penampungan di pelabuhan harus disesuaikan dengan jumlah kedatangan kapal di pelabuhan.
- Lokasi fasilitas penampungan harus berada di dalam Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKP) atau Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKR)
- Setiap pelabuhan harus mempunyai pedoman manajemen penanganan limbah yang disahkan oleh Direktur Jenderal
- Kegiatan penanganan limbah harus dilaporkan setiap tahun kepada Otoritas Pelabuhan atau Unit Penyelenggara Pelabuhan.
PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM
PENGERTIAN/ DEFINISI
Perlindungan Lingkungan Maritim
adalah setiap upaya untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan perairan yang bersumber dari kegiatan yang terkait dengan pelayaran
Pencegahan Pencemaran dari Kapal
Adalah upaya yang harus dilakukan Nahkoda dan/atau awak kapal sedini mungkin untuk menghindari atau mengurangi pencemaran tumpahan minyak, bahan cair beracun, muatan berbahaya dalam kemasan, limbah kotoran (sewage), sampah (garbage), dan gas buang dari kapal ke perairan dan udara.
Penanggulangan Pencemaran dari Pengoperasian Kapal
Adalah segala tindakan yang dilakukan secara cepat, tepat, dan terpadu serta terkoordinasi untuk mengendalikan, mengurangi dan membersihkan tumpahan minyak atau bahan cair beracun dari kapal ke perairan untuk meminimalisasi kerugian masyarakat dan kerusakan lingkungan laut.
Penanggulangan Pencemaran dari Kegiatan Kepelabuhan
Adalah segala tindakan yang dilakukan secara cepat, tepat, dan terpadu serta terkoordinasi untuk mengendalikan, mengurangi dan membersihkan tumpahan minyak atau bahan cair beracun dari pelabuhan ke perairan untuk meminimalisasi kerugian masyarakat dan kerusakan lingkungan laut.
Pengendalian Anti Teritip (Anti-Fouling Systems)
Adalah sejenis lapisan pelindung, cat, lapisan perawatan permukaan atau peralatan yang digunakan di atas kapal untuk mengendalikan atau mencegah menempelnya organism yang tidak diinginkan.
Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran
dari Pengoperasian Kapal
Tanggung Jawab
Pemilik atau Operator Kapal
- Pemilik atau operator kapal yang mengangkut muatan minyak wajib bertanggung jawab untuk mengganti kerugian puhak ketiga yang disebabkan oleh pencemaran minyak yang berasal dari kapalnya.
- Pemilik atau operator kapal yang mengangkut muatan minyak secara curah lebih atau sama dengan 2000 ton, wajib mengasuransikan tanggung jawabnya untuk mengganti kerugian pihak ketiga yang disebabkan oleh pencemaran minyak yang berasal dari kapalnya.
- Pemilik atau operator kapal dengan ukuran lebih atau sama dengan GT1000 wajib mengasuransikan tanggung jawabnya untuk mengganti kerugian pihak ketiga yang disebabkan oleh pencemaran minyak yang berasal dari kegiatan pengisian bahan bakar (bunker) kapalnya.
Persyaratan Pembuangan Limbah
Konvensi Internasional yang Mengatur Pencegahan Pencemaran dari Kapal
dalam Rangka Perlindungan Lingkungan
Latar Belakang MARPOL
Sebuah perjanjian Internasional untuk pencegahan pencemaran dari kapal (MARPOL ‘73/78) diadopsi pada tahun 1973, yang kemudian dimodifikasi dengan Protocol I dan II pada tahun 1978, MARPOL ‘73/78 efektif dilaksanakan oleh negara-negara penanda tangan pada tahun 1978.
Konvensi Internasional Tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal
(MARPOL ‘73/78)
Pemberlakuan & Penerapan AFS Pemberlakuan Internasional :
17September 2008
- Penerapan untuk semua kapal ≥ 400 GT
- Sertifikat AFS juga diberikan untuk kapal < 400 GT dengan panjang ≥ 24m yang dilengkapi dengan deklarasi AFS
Indonesia dalam proses ratifikasi Konvensi AFS, saat ini masih dilakukan pembahasan antar kementrian
Kepedulian Lingkungan
Sanoesi Setrodjijo
10/14/2013 SanSet
- Nasional
- Undang-undang No. 23 tahun 1997, tentang “Pengelolaan Lingkungan Hidup”
- Undang-undang No. 17 tahun 1985, tentang “Pengesahan Konvensi PBB tentang ‘Hukum Laut’ ” tanggal 31 Desember 1985
- Undang-undang No. 21 tahun 1992, tentang “Pelayaran” yang telah diganti dengan Undang-undang No. 17 tahun 2008
- Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2002 tentang “Perkapalan”
- Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2010 tentang “Perlindungan Maritim”
- Keppres. RI No. 46 tahun 1986, tentang Pengesahan International Convention of Pollution from ship 1973 beserta protocol 1978
- Keppres RI No. 65 tahun 1980, tentang Pengesahan International Convention for Safety Of Life At Sea (SOLAS 1974)
- Keppres. RI No. 52 tahun 1999, tentang Pengesahan International Conventaion on Civil Libability for Oil Pollution Damage 1992 (CLC’92)
- Kepmenhub No. KM.167/HM.207/Phb-86, tentang Sertifikat Internasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak dan Sertifikat Internasional Pencegahan Pencemaran oleh Bahan Cair Beracun
- Kepmenhub. No. KM. 215/AL-506/Phb-87, tanggal 19 September 1987, tentang Pengadaan Fasilitas Penampungan Limbah dari Kapal.
- Permenhub No. KM. 4 tahun 2005, tanggal 20 Januari 2005, tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal.
- Kep. Dirjenhubla. No. PY. 69/1/1-86, tentang Pelaksanaan Kepmenhub No. KM. 167/HM.207/Phb-86.
- Juklak. Dirjenhubla. (No. PY.69/1/1-86) No. UM.481/2/14/DII-86, tentang Juknis Pelaksanaan Kep. Dirjenhubla No. PY. 69/1/11-86
- Juklak. Dirjenhubla. No. PY. 67/1/6-1996 tanggal 12 Juli 1996, tentang Pemberlakuan Manajemen Keselamatan Kapal/ International Safety Management Code (ISM Code) bagi kapal-kapal berbendera Indonesia.
- Kep. Dirjenhubla No. PY. 67/1/6-1996 tanggal 12 Juli 1996, tentang Pemberian Wewenang kepada BKI untuk melaksanakan verifikasi manajemen keselamatan kapal pada kapal-kapal berbendera Indonesia.
- Kep. Dirjenhubla No. PY. 65/1/19-98 tangga 30 Maret 1998, tentang Juknis Pelaksanaan Verifikasi dan Sertifikasi Sistim Manajemen Keselamatan Perusahaan dan Kapal berbendera Indonesia
- Kep. Dirjenhubla No. Py.67/1/19-98 tanggal 23 Desember 1998, tentang Juklak Verifikasi Sistim Manajemen Keselamatan Perusahaan dan Kapal bebendera Indonesia oleh Auditor Dirjenhubla.
- Kep. Dirjenhubla No. PY.66/1/4-03 tanggal 18 Desember 2003, tentang Tata Cara Trhadap Plaksanaan Pnyelengaran Klaiklautan Kapal
KETENTUAN NASIONAL
- Undang-undang No. 17 tahun 2007 tentang Pelyaran
- PP. No. 21 tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim
- PP. No. 51 tahun 2002 tentang Perkapalan
- PP. No. 7 tahun 2000 tentang Kepelautan
- Kepmenhub. No. 18 tahun 1997 tentang Pendidikan Ujian Negara dan Sertifikasi Kepelautan
- Permenhub. No. 60 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja DEPHUB
- Kepmenhub. No. 70 tahun 1998 tentang Pengawakan Kapal Niaga
- Permenhub. No. 3 tahun 2005 tentang Lambung Timbul
- Permenhub. No. 6 tahun 2005 tentang Pengukuran Kapal
- Permenhub. No. 4 tahun 2005 tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal
- Permenhub. No. 66 tahun 2005 tentang Ketentuan Pengoperasian Kapal Tangki Minyak Lambung Tunggal
- SK. Dirjenhubla. No. PY.66/4/1/03 tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Kelaiklautan Kapal
- SK. Dirjenhubla. No. PY. 67/1/6-96 tanggal 12 Juli 1996 dan
- SK. Dirjenhubla. No. PY. 65/1/1-98 tanggal 30 Maret 1998.
- Internasional
- SOLAS 1974 Protocol 1988 dan Amandemennya
- STCW 1978 dan Amandemennya
- Konvensi ILO (ILO C. 185 tentang SID, MLC 2006)
- Konvensi TMS 1969
- Konvensi LOAD LINE 1966
- MARPOL 1973/78
- COLREG 1972
- CLC 1696 Protocol 1992
- AFS Convention
- BWM Convention
- Ship Recycling
- PSPC
- HNS Convention
- The International On Civil Liabity For Bunker Oil Pollution Damage, 2011
*) 9 s/d 14 belum diratifikasi Pemerintah Indonesia
- Umum
Konvensi MARPOL ‘73/78 telah diberlakukan secara Internasional sejak tanggal 2 Oktober 1983. Dalam upaya mencegah terjadinya pemcemaran, kapal-kapal sesuai dengan jenis, ukuran dan umumnya harus dilengkapi dengan peralatan pencegahan pencemaran.
Di Indonesia telah diberlakukan ketentuan Annex I dan Annex II MARPOL ‘73/78 terhadap kapal-kapal berbendera Indonesia maupun berbendera asing yang memasuki perairan Indonesia.
Setelah pemerintah meratifikasi konvensi MARPOL terhadap kapal berbendera Indonesia dengan ukuran dan jenis tertentu yang berlayar keluar negeri terhitung sejak tanggal 27 Oktober 1986, sudah harus dilengkapi dengan IOPP Certificate dan atau NLS Certificate.
- Dan bagi kapal-kapal berbendara Indonesia denagn ukuran dan jenis tertentu yan melakukan pelayaran dalam negeri terhitung sejak tanggal 27 Oktober 1987 harus memiliki Sertifikat IOPP dan atau sertifikat NLS. Bagi kapal-kapal berbendera asing dengan ukuran dan jenis tertentu pula yang memasuki atau berada di pelabuhan atau terminal lepas pantai Indonesia, terhitung sejak tggal 21 Jan 1987 hrs memiliki Srtifikat IOPP dan NLS.
- Bukan hanya penagturan Internasional tetapi juga perlu pengaturan terhadap kapal-kapal non konvensi (kapal ukuran kecil) yang berlayar di dalam negeri maupun di luar negeri
- Penerapan Konvensi MARPOL ’73/78
- Annex I dari Konvensi tersebut adalah tentang Peraturan Pencegaha Pencemaran oleh minyak dari Kapal.
- Peraturan ini diterapkan bagi semua kapal menurut jenis dan ukurannya, yaitu :
- Untuk kapal selain kapal tangki minyak, berukuran 400 GT atau lebih
- Untuk kapal tangki minyak, berukuran 150 GT atau lebih
- Annex II adalah tentang Peraturan Pencegahan Pencemaran oleh Bahan Cair Beracun dalam bentuk curah dari kapal.Peraturan ini diterapkan bagi kapal tangki pengangkut bahan cair beracun bagi semua kapal tanpa memandang ukuran.
- Permenhub. KM. No. 4 tahun 2005
Keputusan ini diterapkan bagi kapal-kapal berbendera Indonesia menurut jenis dan ukuran :
- Untuk kapal selain kapal tangki minyak yang berukuran 100 s/d 399 GT
- Untuk kapal tangki minyak yang berukuran 100 s/d 149 GT
- Untuk kapal-kapal yang menggunakan mesin penggerak utama 200 PK atau lebih.
Bagi kapal asing yang beroperasi diperairan Indonesia secara tetap, walaupun dibebaskan oleh negera benderanya, wajib mentaati KM. No. 4 tahun 2005 tentang Pencegahan Pencemaran oleh minyak dari Kapal.
- Undang-undang No. 21 tahun 1992
Bab VIII tentang Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran oleh minyak dari Kapal, mencakup :
- Larangan dan sangsi terhadap pembuangan limbah atau bahan lain, apabila tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
- Mewajibkan setiap kapal dengan ukuran dan jenis tertentu untuk dilengkapi dengan peralatan pencegahan pencemaran sebagai bagian dr prsyaratan klaiklautn kapal.
- Mewajibkan nahkoda atau pimpinan kapal dan atau ABK untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan yang bersumber dari kapalnya.
- Mewajibkan nahkoda atau pemimpin kapal untuk menanggulangi pencemaran yang bersumber dari kapalnya dan segera melapor kepada pejabat pemerintah atau instansi yang berwenang.
- Mewajibkan pemillik atau operator kapal untuk bertanggung jawab terhadap pencemaran yang bersumber dari kapalnya.
- Mewajibkan pemilik atau operator kapal untuk mengasuransikan tanggung jawabnya.
- Pemeriksaan dan Sertifikasi
- Rncana Pemasangan Prlengkapan
- Kapal-kapal berbendera Indonesia harus dilengkapi dengan perlengkapan pencegahan pencemaran dari jenis yang disyahkan Ditjenhubla. Dengan memberikan tanda label pada peralatan tersebut.
- Sebelum suatu perlengkapan pencegahan pencemaran dipasang dikapal, gambar-gambar rencana pemasangan harus diajukan kepada Ditjenhubla melalui Ditkapel untuk mendapatkan persetujuan.
- Pemeriksaan
Dalam rangka penanganan dan pengawasan pencegahan pencemaran dari kapal secara terus menerus maupun dala rangka pemberian sertifikat kapal, maka terhadap kapal dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan :
- Pemeriksaan Pertama
Adalah survey sebelum kapal dioperasikan atau sertifikat yang diprsyaratkan belum dikluarkan, yang mencakup pemeriksaan lngkap atas buangn, prlngkapan, pentaan, dan sistim peralatan pencegahan mncakup pncemarn dikapal sepenuhnya sesuai dgan persyaratan ketentuan yg brlaku. Survey pertama dilaksanakan olh pemeriksa yg brkualifiksi Marine Inspector dari Ditjenhubla.
- Pemeriksaan Berkala
Adalah survey dengan selang waktu setiap ulang tahun sertifikat yang telah diberikan, yang sedemikian rupa hingga meyakinkan bahwa bangunan, perlengkapan, penataan, dan sistim peralatan pencegahan pencemaran dikapal sepenuhnya masih sesuai dengan persyaratan ketentuan yang berlaku.
- Pemeriksaan Pembaharuan
Adlah survey setelah masa berlaku sertifikat telah berakhir, pemeriksaan sedemikian rupa sehingga meyakinkan bahwa bangunan, perlengkapan, penataan-penataan dan sistim peralatan pencegahan pencemaran dikapal sepenuhnya masih sesuai dengan persyaratan ketentuan yang berlaku, sehingga dapat dikeluarkan kembali.
- Sertifikat
- Setelah dilakukan pemeriksaan pertama dan ternyata perlengkapan pencegahan pencemaran telah dipasang dikapal, serta persyaratan konstruksi lainnya telah sesuai dengan ketentuan, maka Dirjenhubla. Cq Dirkapel akan menerbitkan Sertifikat Pencegahan Pencemaran berupa Sertifikat Pencegahan Pencemaran oleh Minyak (IOPP Certificate) dan atau Sertifikat Pencegahan Pencemaran oleh Bahan Cair Beracun (NLS Certificate).
- Bagi kapal-kapal Indonesia non Konvensi akan diterbitkan Sertifikat Nasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak (SNPP).
- Bagi kapal-kapal asing yang terkena Peraturan Menteri Perhubungan KM. No. 4 tahun 2005 diberikan Surat Keterangan yang menyatakan bahwa kapal telah dilengkapai peralatan pencegahan pemcemaran sesuai ketentuan Nasional Indonesia.
Masa berlakunya sertifikat-sertifikat tersebut adalah paling lama 5 (lima) tahun dan setiap tahun dikukuhkan (endorced).
- Perlindungan Lingkungan Maritim adalah setiap upaya untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan perairan yang bersumber dari kegiatan yan terkait dengan pelayaran.
- Bab XIII
Perlindungan Lingkungan Maritim
Bagian Kesatu
Penyelenggara Perlindungan Lingkungan Maritim
Pasal 226
- Penyelenggaraan perlindungan lingkungan maritime dilakukan oleh Pemerintah.
- Penyelenggaraan perlindungan maritim dilakukan melalui :
- Pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari pengoperasian kapal; dan
- Pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari kegiatan kepelabuhan.
- Perlindungan lingkungan maritim juga dilakukan terhadap :
- Pembuangan limbah diperairan; dan
- Penutuhan kapal.
Bagian Kedua :
Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran dari Pengoperasian Kapal
Pasal 227 :
Setiap Awak Kapal wajib mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran lingkungan yang bersumber dari kapal.
Pasal 228 :
- Kapal denga jenis dan ukuran tertentu yang dioperasikan wajib dilengkapi peralatan dan bahan penanggulangan pencemaran minyak dari kapal yang mendapat pengesahan dari Pemerintah
- Kapal dengan jenis dan ukuran tertentu yang dioperasikan wajib dilengkapi pola penanggulangan pencemaran minyak dari kapal yang mendapat pengesahan dari Pemerintah.
Pasal 229 :
- Setiap kapal dilarang melakukan pembuangan limbah, air ballast, kotoran, sampah serta bahan kimia berbahaya dan beracun keperairan
- Dalam hal jarak pembuangan, volume pembuangan dan kwalitas buangan telah sesuai syarat yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan per-undang-undangan.
- Setiap kapal dilarang mengeluarjan gas buang melebihi amabang batas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 230
- Setiap nahkoda atau pertanggung jawab untuk kegiatan lain diperairan bertanggung jawab menanggulangi pencemaran yang bersumber dari kapal dan atau kegiatannya.
- Setiap nahkoda atau penanggung jawab unit kegiatan lain di perairan wajib segera melaporkan kepada Syahbandar terdekat dan/atau unsur Pemerintah lain yang terdekat megenai terjadinya pencemaran perairan yang disebabkan oleh kapalnya atau yang bersumber dari kegiatannya, apabila melihat adanya pencemaran dari kapal, dan/atau kegiatan lain diperairan.
- Unsur Pemerintah lainnya yang telah menerima informasi, wajib meneruskan laporan mengenai adanya pencemaran perairan kepada Syahbandar terdekat atau kepada instansi berwenang.
- Syahbandar segera meneruskan laporan tersebut kepada instansi yang berwenang untuk penanganan lebih lanjut.
Pasal 231 :
- Pemilik atau operator kapal brtanggung jwab thdp pncemaran yang bersumber dari kapalnya.
- Untuk memenuhi tanggung jwbny, pemilik atau operator kapal wajib mengasuransikan tanggung jwbny.
Pasal 233 :
- Pengangkutan limbah bahan berbahaya dan beracun dengan kapal wajib memperhatikan spesifikasi kapal untuk pengangkutan limbah.
- Spesifikasi kapal dan tata cara pengangkutan limbah bahan berbahaya dan beracun wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri.
- Kapal yang mengangkut limbah bahan berbahaya dan beracun wajib memiliki standar operasional dan prosedur tanggap darurat sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran dari Kegiatan Kepelabuhan.
Pasal 234 :
Pengoperasian pelabuhan wajib memenuhi persyaratan untuk mencegah timbulnya pencemaran yang bersumber dari kegiatan di pelabuhan.
Pasal 235 :
- Setiap pelabuhan wajib memenuhi prsyratan pralatan pnanggulangan pencemaran ssuai dengan besaran dan jenis kegiatan.
- Setiap pelabuhan wajib memenuhi persyaratan bahan pnanggulangan pencemaran sesuai dengan besaran dan jenis kegiatan
- Otoritas Pelabuhan wajib memiliki standar dan prosedur tanggap darurat pnanggulangn pncemaran.
Pasal 236 :
Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, Badan Usaha Pelabuhan, dan pengelola terminal khusus wajib menanggulangu pencemaran yang diakibatkan oleh pengoperasian pelabuhan.
Pasal 237 :
- Untuk menampung limbah yang berasal dari kapal di pelabuhan, Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pengelola Terminal Khusus wajib dan bertanggung jawab menyediakan fasilitas penampung limbah.
- Manajemen pengelolaan limbah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pengangkutan limbah ketempat pengumpulan, pengelolaan, dan pemusnahan akhir dilaksanakan berdasarkan ketentuanyang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab dibidang lingkungan hidup
Bagian Keempat
Pembuangan Limbah di Perairan
Pasal 239 :
- Pembuangan limbah diperairan hanya dapat dilakukan pada lokasi tertentu yang ditetapkan oleh Menteri dan memebuhi persyaratan tertentu.
- Pembuangan limbah dimaksud, wajib dilaporkan kepada institusi yang tugas dan fungsinya dibidang penjagaan laut dan pantai.
Marpol Annex III “Substansi Berbahaya” diidentifikasi sebagai pencemaran laut dan diatur lebih lanjut dalam IMDG Code (International Maritime Dangerous Goods Code).
IMDG Code merupakan salah satu instrumen yang sangat penting dibidang keselamatan maritim yang dibuat oleh IMO pada tahun 1965 dan telah mengalami perubahan-perubahan serta penambahan-penambahan sesuai perkembangan angkutan muatan berbahaya dan jenis-jenisnya.
- Kemasan harus memadai untuk meminimalisir bahaya ke lingkungan laut
- Dibuat dengan baik, tidak bocor karena pengangkutan, perubahan suhu, kelembaban udara atau tekanan
- Tidak akan bereaksi/ terpengaruh oleh isinya
- Memenuhi persyaratan mengenai type dan telah lulus tes
- Harus ada ruangan untuk pemuaian
- Kemasan bagian dalam tidak akan pecah atau bocor atau merembes ke kemasan luar harus dibungkus dengan bantalan
- Kemasan dalam yang berisi zat yang berbeda tidak boleh disatukan dalam satu kemasan luar
- Dimana tekanan dalam kemasan bisa bertambah, kemasan dapat diberi ventilasi asalkan gas ini tidak membahayakan
- Tabung-tabung bekas sebelum digunakan harus diperiksa
- Kemasan kosong bekas digunakan untuk mengangkut barang berbahaya harus diperlakukan sebagai barang berbahaya
Pemberian Kode untuk Macam-macam Kemasan
Kode terdiri dari :
- Sebuah angka Arabic, sesuai type kemasan seperti drum, jerigen;
- Sebuah atau lebih huruf besar (latin) yang menunjukkan bahan dari kemasan seperti baja, kayu, dll;
- Sebuah angka yang menunjukkan kategori dari kemasan yang digunakan
Contoh :
- Marking menunjukkan bahwa kemasan yang digunakan telah sesuai dengan desain dan tipe yang sudah dites.
- Marking dimaksudkan untuk membantu pabrik pembuat atau memperbaiki atau pemakai kemasan, pengangkut dan instansi pemerintah
- Marking tidak selalu memuat data yang rinci mengenai tingkat pengujian, untuk itu kadang-kadang diperlukan sertifikat dari kemasan
Marking menunjukkan :
- Simbol kemasan The United Nations
- Kode dari type kemasan
- Sebuah kode dalam dua bagian
- Sebuah huruf “S”
- Dua digit terakhir tahun pembuatan kemasan
- Negara yang memberi kuasa penempatan mark
- Pembuat kemasan atau tanda pengenal lain
- Contoh : 4 G/Y145/S/83 untuk Fibre board bos NL/ VL823
- Semua kemasan yang berisi barang berbahaya harus diberi label
- Label harus berbentuk diamond dengan ukuran minimal 100 mm x 100 mm, ukuran placard belahan kecuali untuk klas 1.4, 1.5, dan 1.6 bagian atas untuk simbol gambar bagian bawah tempat test dan classs.
- Bila barang berbahaya disiapkan untuk pengapalan maka harus disiapkan dokumentasinya, salah satu persyaratan utama dari dokumen pengapalan barang berbahaya menjelaskan informasi mengenai bahwa dari barang tersebut, dengan informasi dasar yang menjelaskan :
- Nama pengapalan yang betul (Nama teknik)
- Class sesuai IMDG class
- UN Number
Kemasan kosong yang berisi bekas (sisa) dari barang berbahaya harus ditulis “Empety” las contined
- Harus ada sertifikat yang menerangkan bahwa packaging, marking, dan labeling dalam keadaan memenuhi syarat untuk diangkut
- Bila diangkut dal peti kemas harus ada sertifikat yang menyatakan brang-barang berbahaya dalam peti kemastersebut sudah dipadatkan dan dilashing serta semua persyaratan telah dipenuhi.
- Stowage / Pemuatan
Barang berbahaya harus dimuat mengikuti ketentuan sebagai berikut :
- Aman dan selaras dengan sifatnya
- Muatan lawan sifatnya harus dipisahkan
- Bahan peledak harus dimuat ditempat khusus dan tidak bergesakan serta tempat tersebut bebas dari listrik terbuka
- Peranginan harus cukup
- Cairan mudah terbakar atau gas, hindari adanya api terbuka atau ledakan
- Tindakan khusus untuk muatan yang menimbulkan panas atau dapat terbakar sendiri.
Annex IV
Pencegahan Pencemaran dari Kotoran
Sewage Treatment Plant
- Sewage Comminuting and Disinfecting System with Temporary Storage Facility
- Standard Discharge Connection -sdc
- Kapal diijinkan membuang sewage yang telah dihancurkan dan di disinfected yang menggunakan alat yang telah disetujui oleh pemerintah pada jarak 3 mil atau lebih;
- Sewage tanpa dihancurkan dan di disinfected pada jarak 12 mil atau lebih
- Sewage yang berasal dari holding tank atau sewage yang berasal dari ruangan berisi hewan, tidak boleh dibuang secara terus menerus, tetapi harus dibuang secara berlahan (moderate rate) ketika kapal berjalan dengan kecepatan tidak kurang dari 4 knot
- Pembuangan sewage tidak boleh menghasilkan buangan sewage dalam bentuk padat dan mengapung serta menyebabkan perubahan warna pada perairan sekitarnya
Annex V
Pencegahan Pencemaran dari Sampah
- PEMBUANGAN SAMPAH DILUAR AREA KHUSUS
- Pembuangan semua jenis sampah plastik ke Iaut dilarang (termasuk tali sintetis, jala ikan sintetis, kantung plastik sampah, abu pembakaran plastik)
- Pembuangan sampah lainya dengan syarat:
- 25 nm dari daratan terdekat untuk sampah yang dapat mengapung (kayu pengganjal, alas dan bahan packing)
- 12 nm dari daratan terdekat unuk sampah makanan dan sampah lainnya termasuk produk kertas, makanan, kaca, metal, botol, tembikar)
- Pembuangan sampah ke dalam laut untuk no. 2.b di atas diperbolehkan jika sudah melalui alat penghancur atau gerinda dan berjarak 12 nm atau lebih dari daratan terdekat, tapi dilarang bila jarak kurang dari 3 nm.
- Jenis sampah dari sisa makanan yang dapat tenggelam harus dapat melalui saringan dengan lobang berdiafnter tidak lebih dari 25 mm.
- PERSYARATAN KHUSUS PEMBUNGAN SAMPAH
- Pembuangan sampah dari bahan bahan yang ditetapkan oleh Anex ini dilarang dari anjungan tetap atau terapun, yang digunakan dalam pengeboran (eksplorasi), eksploitasi dan yang berkaitan dengan pemrosesan sumber mineral dasar laut di lepas pantai, dan dari semua kopal yang sedang berlayar sepanjang atau dalam jarak 500 m dari anjungan tersebut,
- Pembuangan sampah ke dalam laut diperbolehkan jika sudah melalui alat penghancur atau gerinda dari anjungan tetap atau terapung yang berlokasi 12 mil Mm lebih dari daratan dan semua kapal ketika sandar atau dalam jarak 500 meter dari kedua stasiun tersebut. Jenis sampah dari sisa makanan yang dapat tenggelam harus dapat melalui saringan dengan lobang berdiamater tidak lebih dari 25 mm.
- PLAKAT, POLA PENGELOLAAN SAMPAH DAN BUKU CATATAN SAMPAH
- Setiap kapal yang memiliki panjang 12 m atau lebih harus memasng ppan pngumuman /plakat yg menginformasikan kpda kru dan penumpang tentang ketentuan/persyaratanpembuangan dari regulasi 3 dan 5 Annex ini, untuk diterapkan.
- Plakat harus ditulis dalam bahasa resmi personil kapal dan, untuk kapal-kapal yang sedang berlayar menju ke plabhan atau pngeboran lepas pantai yang berada dibawah hukum negara lain angggota konvensi hrs ditulis pula dalam bhasa inggris, prncis atau spanyol.
Lanjutan :
- Setiap kapal dengan berat kotor 400 ton atau lebih, dan setiap kapal yang dinyatakan membawa 15 penumpang atau lebih, harus memiliki pola pngelolaan sampah.
- Penyusunan pola tersebut harus sesuai dengan pedoman yang dibuat oleh organisasi dan ditulis dalam bahasa resmi awal/kru kapal. Pola tersebut memberikan informasi tertulis tentang :
- Prosedur pengumpulan
- Penyimpanan dan pembuangan sampah
- Penggunaan peralatan dikapal
- Penunjukan/penugasan seseorang yang bertanggung jawab untuk melaksanakan pola tersebut.
- Setiap kapal dengan berat kotor 400 ton atau lebih dan setiap kapal dinyatakan membawa 15 penumpang atau lebih yang sedang berlayar menuju pelabuhan atau pangkalan lepas pantai yang berada dibawah hukum negara lain anggota konvensi dan pangkalan tetap dan terapung yang digunakan untuk eksplorasi dan eksploitasi dasar laut harus dilengkapi dengan buku catatan sampah dapat merupakan bagian dari buku harian resmi kapal atau sebaliknya.
- CONTOH PEMISAHAN JENIS SAMPAH BERDASARKAN WARNA WADAH
PENCEGAHAN PENCEMARAN UDARA
PENCEGAHAN PENCEMARAN UDARA
SERTIFIKASI INTERNASIONAL PENCEGAHAN PENCEMARAN UDARA
DARI KAPAL (IAAP CERTIFICATE)
Sertifikasi bagi :
- Semua jenis kapal dengan gross tonnage lebih besar dari 400 GT, yang digunakan dalam pelayaran dari pelabuhan atau terminal lepas patai (offshore) dibawah wilayah yuridikasi dari negara lain dari peserta konvensi
- Bangunan lepas pantai (Plat form) dan Drilling Rigs yang digunakan dari pelabuhan atau terminal lepas pantai (offshore) dibawah wilayah yuridikasi dari negara lain dari peserta konvensi
- Kapal yang dibangun pada atau setelah tanggal 19 mei 2005 (Kapal Baru) harus diterbitkan Sertifikat Internasioanal Pencegahan Pencemaran oleh Udara dari Kapal (IAAP) Certificate pada saat penyerahan kapal (Ship Delivery).
Lanjutan :
- Kapal yang dibangun pada atau setelah tanggal 1 Januari 2000 dan sebelum 19 Mei 2005 (In Service : New Ship) harus diterbitkan Sertifikasi Internasional Pencegahan Pencemaran Udara dari KApal (IAAP) Certificate.
- Kapal yang dibangun sebelum 1 januari 2000 (kapal lama) harus diterbitkan Sertifikasi Internasional Pencegahan Pencemaran Udara oleh Udara dari Kapal (IAAP) Certificate pada Dry Docking pertama setelah Tanggal 19 Mei 2005 sampai dengan 19 Mei 2008.
BAHAN PERUSAK OZON (OZON DEPLENTING SUBTANCES)
Bahan perusak Ozon yang ada di kapal, namun tidak terbatas yakni”
- Halon 1221, Bromo Chloro Difluoromethane
- Halon 1301, Bromo Trifluoromethane
- Halon 2402, (Halon 114 B2)
- CFC 11, trichloromethane
- CFC 12 di Chloromethane
- CFC 113 tri fluorentane
- CFC 114 tetra fluorentane
- CFC 115 Chloro penta fluorentane
NITROGEN OXIDE (NOx) Emission from diesel engine
Standar Regulasi emisi NOx limit untuk Main Engine dan Auxiliary Engine dengan power out put diatas 130 Kw (untuk kapal yang dibangun sebelum 1 Januari 2000 s.d sebelum 1 Januari 2011)
17 g/kWh untuk Rpm < 130
45 X n-0,2 untuk Rpm 130 s/d 1999
9,8 g/kW h untuk Rpm > 2000
Sedangkan untuk main engine dan auxiliary engine yang dipasang pada kapal yang dibangun pada dan setelah 1 Januari 2011
14,4 g/kWh untuk Rpm < 130
44 X n-0,2 untuk Rpm 130 s/d 1999
7,7 g/kWh untuk Rpm > 2000
NOx emission ini boleh tidak diberlakukan bagi kapal yang dibangun sebelum tanggal pemberlakuan yaitu 10 Mei 2005.
Sulphur Oxides (Sox)
Emission Control
- Bahan Bakar dengan kandungan Sulfur tidak lebih dari 1,5% m/m untuk daerah SECA (Sox Emission Control Area), yaitu di daerah Baltic Sean dan North Sea
- Sedangkan kandungan sulfur bahan bakar yang digunakan tidak boleh lebih dari 3,5% m/m pada atau setelah 1 Januari 2012
- Exhause Gas Cleaning System (EGCS – Sox) untuk mengurangi emisi Sulphur Oxides di bawah 6.0 Sox/ kW h
Volatile Organic Compound
Diberlakukan untuk Ruang muat dari Oil Tanker
Incinerator
- Bila dipasang sebelum 1 Januari 2000, tidak diharuskan Sertifikasi
- Setiap Incenerator harus Type Approved dari Administration
Catatan :
Apabila dilengkap, Incenarator tidak boleh digunakan untuk pembakaran ;
- Residu dari Marine Pollution by Oil
- Garbage (Marpol Annex IV)
- Product Minyak yang mengandung halogen compound
Fuel Oil Quality
Ketentuan yang diberlakukan antara lain :
Bahan bakar* tidak boleh mengandung Sulfur sesuai ketentuan di atas
Bahan baka* tidak boleh menyebabkan mesin diesel kapal melebihi emisi NOx yang ditentukan
Catatan : * Aturan ini diberlakukan untuk bahan bakar Batubara dan Nuklir
Fasilitas Penampungan di Pelabuhan
Port Reception Facilities
(Draf Permenhub tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim)
- Kapasitas minimum fasilitas penampungan di pelabuhan harus disesuaikan dengan jumlah kedatangan kapal di pelabuhan.
- Lokasi fasilitas penampungan harus berada di dalam Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKP) atau Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKR)
- Setiap pelabuhan harus mempunyai pedoman manajemen penanganan limbah yang disahkan oleh Direktur Jenderal
- Kegiatan penanganan limbah harus dilaporkan setiap tahun kepada Otoritas Pelabuhan atau Unit Penyelenggara Pelabuhan.
PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM
PENGERTIAN/ DEFINISI
Perlindungan Lingkungan Maritim
adalah setiap upaya untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan perairan yang bersumber dari kegiatan yang terkait dengan pelayaran
Pencegahan Pencemaran dari Kapal
Adalah upaya yang harus dilakukan Nahkoda dan/atau awak kapal sedini mungkin untuk menghindari atau mengurangi pencemaran tumpahan minyak, bahan cair beracun, muatan berbahaya dalam kemasan, limbah kotoran (sewage), sampah (garbage), dan gas buang dari kapal ke perairan dan udara.
Penanggulangan Pencemaran dari Pengoperasian Kapal
Adalah segala tindakan yang dilakukan secara cepat, tepat, dan terpadu serta terkoordinasi untuk mengendalikan, mengurangi dan membersihkan tumpahan minyak atau bahan cair beracun dari kapal ke perairan untuk meminimalisasi kerugian masyarakat dan kerusakan lingkungan laut.
Penanggulangan Pencemaran dari Kegiatan Kepelabuhan
Adalah segala tindakan yang dilakukan secara cepat, tepat, dan terpadu serta terkoordinasi untuk mengendalikan, mengurangi dan membersihkan tumpahan minyak atau bahan cair beracun dari pelabuhan ke perairan untuk meminimalisasi kerugian masyarakat dan kerusakan lingkungan laut.
Pengendalian Anti Teritip (Anti-Fouling Systems)
Adalah sejenis lapisan pelindung, cat, lapisan perawatan permukaan atau peralatan yang digunakan di atas kapal untuk mengendalikan atau mencegah menempelnya organism yang tidak diinginkan.
Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran
dari Pengoperasian Kapal
Tanggung Jawab
Pemilik atau Operator Kapal
- Pemilik atau operator kapal yang mengangkut muatan minyak wajib bertanggung jawab untuk mengganti kerugian puhak ketiga yang disebabkan oleh pencemaran minyak yang berasal dari kapalnya.
- Pemilik atau operator kapal yang mengangkut muatan minyak secara curah lebih atau sama dengan 2000 ton, wajib mengasuransikan tanggung jawabnya untuk mengganti kerugian pihak ketiga yang disebabkan oleh pencemaran minyak yang berasal dari kapalnya.
- Pemilik atau operator kapal dengan ukuran lebih atau sama dengan GT1000 wajib mengasuransikan tanggung jawabnya untuk mengganti kerugian pihak ketiga yang disebabkan oleh pencemaran minyak yang berasal dari kegiatan pengisian bahan bakar (bunker) kapalnya.
Persyaratan Pembuangan Limbah
Konvensi Internasional yang Mengatur Pencegahan Pencemaran dari Kapal
dalam Rangka Perlindungan Lingkungan
Latar Belakang MARPOL
Sebuah perjanjian Internasional untuk pencegahan pencemaran dari kapal (MARPOL ‘73/78) diadopsi pada tahun 1973, yang kemudian dimodifikasi dengan Protocol I dan II pada tahun 1978, MARPOL ‘73/78 efektif dilaksanakan oleh negara-negara penanda tangan pada tahun 1978.
Konvensi Internasional Tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal
(MARPOL ‘73/78)
Pemberlakuan & Penerapan AFS Pemberlakuan Internasional :
17September 2008
- Penerapan untuk semua kapal ≥ 400 GT
- Sertifikat AFS juga diberikan untuk kapal < 400 GT dengan panjang ≥ 24m yang dilengkapi dengan deklarasi AFS
Indonesia dalam proses ratifikasi Konvensi AFS, saat ini masih dilakukan pembahasan antar kementrian